Kau seperti
dia, kau benar-benar mirip dengannya.
Begitulah
kata seorang pacar baruku kepadaku pada sebuah kesempatan untuk bertatap muka
berdua, hanya ada aku dan dia karena orang yang lalu lalang disekitar kami itu
hanyalah seperti udara saja. Ada tapi tidak kami anggap ada. Hanyalah sebuah
pemeran sampingan untuk mendukung suasana romantis yang terasa.
Kau seperti
dia, kau benar-benar mirip dengan dia.
Kata pacar
baruku menyamaiku dengan orang yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta dan
kemudian meninggalkannya, sama sepertiku. Walaupun aku tidak berniat
meninggalkannya.
Aku hanya
tersenyum mendengar kata-katanya, untuk menyembunyikan sesuatu yang entah
mengapa membuatku merasa tidak nyaman.
Coba
kulihat, katanya lagi.
Matamu,
bibirmu, oh rambutmu juga semuanya seperti dia, lihat matamu biru dengan putih
disekitarnya. Aku seperti melihat ada bayangannya dimatamu.
Kata dia
sambil memperhatikanku.
Ini aku,
kataku.
Bukan dia,
dan bukan juga mereka. Ini aku, jika yang kau lihat dari diriku adalah bayangan
dia maka aku akan pergi darimu. Aku tidak ingin memberimu impian seakan aku ini
akan seperti dia yang dulu, jika kau melihat aku ini seperti dia maka sebaiknya
kau kembali kepada dia yang nyata bagimu.
Bukan aku
yang terlihat seperti dia dimatamu.
Aku bisa
melihat jelas bukan dimataku kau melihat bayangan dia, melainkan aku melihat
bayangan dia dimatamu saat kau melihatku tanpa berkedip.
Kukatakan
sekali lagi, ini adalah aku. Bukan dia dan juga mereka.
Aku ya aku,
bukan aku itu dia atau dia itu seperti aku.
Bukan aku
tidak ingin disama-samakan dengan dia, tapi aku merasakan kalau aku akan
menjadi lebih baik dari dia. Karena sebaik-baik dia dimatamu, dia adalah yang
telah melakukan kesalahan besar terhadapmu.
Kukatakan
sekali lagi, ini aku.
Aku adalah
aku.

0 komentar:
Posting Komentar