Minggu, 16 Agustus 2015

Sudah Lama Sekali Waktu Berlalu


Sudah lama sekali waktu berlalu.
Sudah lama waktu berjalan ternyata, sudah lama sekali. Padahal aku merasa baru kemarin aku melihat dia dipelupuk mata, baru kemarin dia berlalu didepan mataku dengan pakaian putih abu-abunya yang lengkap, padahal baru kemarin aku merasakan angin yang berhembus saat dia berlalu dihadapanku.

Masih terasa jelas daun-daun nangka kering yang kusapu dipagi hari berterbangan disapu angin kedatangannya. Masih teringat jelas olehku, tatapan kosong itu, tatapan yang seolah-olah membuang muka. Entah karena malu, atau memang ada seorang yang lain yang dia pikirkan saat itu.

Oh, pipi merah merona itu.
Ingin sekali aku mencubitnya, dan tak ingin melepasnya. Bibir yang merah merona itu, yang merahnya bukan karena sesuatu yang dia pakai melainkan alami dari apa yang Tuhan anugrahkan kepadanya.
Aduhai, indah sekali kataku dalam hati sambil tak hentinya berdecak kagum Tuhan.
Dia adalah semua perwujudan dari kata sempurna yang ada didunia ini yang telah kau satukan dan kau masukkan kedalam tubuh yang jelita itu.
Sudah lama sekali waktu berlalu.

Masih kuingat.
Dia yang dulu selalu memperlihatkan rambut indahnya, sekarang berganti menutupnya dengan balutan kain yang dia desain seindah dan serapi mungkin agar terlihat menarik untuk dipandang. Tapi bagiku sama saja, dia tetap yang terindah tanpa ataupun harus memakai balutan hijab itu.
Masih kuingat rambutnya dikala itu.
Terkadang kulihat dia berambut keriting bergelobang, yang terlihat kuning jika disinari oleh sinar matahari pagi tapi terlihat hitam pekat jika kita dekati dan perhatikan lebih dekat lagi. Terkadang kulihat rambutnya lurus sekali, dan hitam sangat menawan hati yang memang dari dahulu sudah lama dia tawan.

Aku tidak seperti mereka, orang-orang dekatnya yang selalu menyuruhnya untuk mulai berhijab dan memaksanya. Aku tidak seperti itu.
Aku sadar kalau dia tahu apa yang terbaik untuk dia dan apa yang sudah dan belum bisa dia lakukan. Aku sadar dia sudah dewasa, meskipun sesekali kulihat kelakuannya masih seperti anak-anak.

Pernah suatu hari kulihat dia merasa kejenuhan atas mereka yang selalu memaksanya untuk membalut rambut indahnya, tapi hatinya belum siap. Belum siap dengan tanggung jawab yang besar itu, dan aku tahu itu.

Saat itu aku ingin sekali menghiburnya.
Dengan mengatakan.
Ikuti hatimu, jangan kata-kata orang yang tidak mengenal dirimu seutuhnya.
Memang kutahu mereka temannya ingin yang terbaik untuknya, tapi itu menurut sudut pandang mereka bukan sudut pandangnya. Aku tahu dia merasa belum siap, belum siap dengan semua tanggung jawab yang akan dia ambil saat membalut mahkota hitamnya dengan helaian kain berwarna-warni itu. Maka dari itu aku tidak pernah mempersoalkan soal itu.
Kau tetap cantik dan tetap yang terbaik, kataku dalam hati sambil tersenyum.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Seingatku, baru tadi pagi aku bergegas bagun pagi sekali hanya untuk melihat dia. Seingatku,baru tadi pagi aku menunggunya diujung jalan itu untuk hanya sekedar menyapa paginya dengan sebuah senyuman. Seingatku, baru tadi pagi aku melawan dinginnya air yang membasahi tubuhku tapi aku tak merasa begitu.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Aku merasa baru siang tadi aku memacu sepeda motorku untuk mengejarnya, untuk mengiringinya sampai ditempat dia menimba ilmu. Aku merasa baru siang tadi aku memacu sepeda motorku agar bisa mengejarnya, agar aku bisa terus berjalan disampingnya dan beriringan sampai diujung jalan dia membelot masuk ketempat tujuannya.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Dia sekarang sudah pergi, jauh sekali. Tidak cukup waktu satu jam lamanya untukku bisa sampai ketempatnya. Tidak cukup hanya dengan memacu sepeda motorku agar bisa menuju ketempatnya.

Semua sudah berubah.
Yang tidak berubah hanya tentang aku yang masih merindukan dia.
Aku masih seperti dulu, masih aku yang selalu tersenyum jika suatu saat melihatnya lagi. Aku masih seperti dulu, masih aku yang berdetak keras jantungnya jika berdekatan dengannya. Aku masih seperti dulu, masih aku yang sulit mengatur nafas jika dia berasa didekatku. Aku masih seperti dulu, masih aku yang selalu berharap bisa bertemu dengannya.



Sudah lama sekali waktu berlalu.
Tapi masih saja bayangmu tidak pernah berlalu dihadapanku. Kau yang sekarang sudah entah dimana aku tak tahu, tapi bayang-bayangmu masih serasa mengikuti jejak langkahku.
Aku pernah berharap ingin menemuimu ditempat barumu.
Tapi maafkan aku, aku juga punya mimpi yang sama denganmu ditempat yang berbeda. Aku akan pergi ketempat baruku, sebuah dunia baru yang katanya hanya dihuni oleh orang-orang yang bermimpi besar sama sepertimu. Aku akan menemukan satu bagian hidupku, aku akan menemukan satu kedamaianku disana.

Aku punya mimpi tentangmu tapi ditempat yang berbeda denganmu aku juga punya mimpi yang lain.
Tapi kuharap kita tidak terlahirkan untuk takdir yang berbeda.

Ini hanya sebuah peruntungan nasib.
Jika kau adalah apa yang aku yakini selama ini, maka aku rasa kita akan bertemu ditempat dan waktu yang tidak akan pernah kita sangkakan.
Sudah habis giliranku mengejarmu, sekarang aku akan mengejar hal yang lain.




-Dari Aku Yang Berharap Padamu-

0 komentar:

Posting Komentar