Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Sudah
lama waktu berjalan ternyata, sudah lama sekali. Padahal aku merasa baru
kemarin aku melihat dia dipelupuk mata, baru kemarin dia berlalu didepan mataku
dengan pakaian putih abu-abunya yang lengkap, padahal baru kemarin aku
merasakan angin yang berhembus saat dia berlalu dihadapanku.
Masih
terasa jelas daun-daun nangka kering yang kusapu dipagi hari berterbangan
disapu angin kedatangannya. Masih teringat jelas olehku, tatapan kosong itu,
tatapan yang seolah-olah membuang muka. Entah karena malu, atau memang ada
seorang yang lain yang dia pikirkan saat itu.
Oh,
pipi merah merona itu.
Ingin
sekali aku mencubitnya, dan tak ingin melepasnya. Bibir yang merah merona itu,
yang merahnya bukan karena sesuatu yang dia pakai melainkan alami dari apa yang
Tuhan anugrahkan kepadanya.
Aduhai,
indah sekali kataku dalam hati sambil tak hentinya berdecak kagum Tuhan.
Dia
adalah semua perwujudan dari kata sempurna yang ada didunia ini yang telah kau
satukan dan kau masukkan kedalam tubuh yang jelita itu.
Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Masih kuingat.
Dia
yang dulu selalu memperlihatkan rambut indahnya, sekarang berganti menutupnya
dengan balutan kain yang dia desain seindah dan serapi mungkin agar terlihat
menarik untuk dipandang. Tapi bagiku sama saja, dia tetap yang terindah tanpa
ataupun harus memakai balutan hijab itu.
Masih
kuingat rambutnya dikala itu.
Terkadang
kulihat dia berambut keriting bergelobang, yang terlihat kuning jika disinari
oleh sinar matahari pagi tapi terlihat hitam pekat jika kita dekati dan
perhatikan lebih dekat lagi. Terkadang kulihat rambutnya lurus sekali, dan
hitam sangat menawan hati yang memang dari dahulu sudah lama dia tawan.
Aku
tidak seperti mereka, orang-orang dekatnya yang selalu menyuruhnya untuk mulai
berhijab dan memaksanya. Aku tidak seperti itu.
Aku
sadar kalau dia tahu apa yang terbaik untuk dia dan apa yang sudah dan belum
bisa dia lakukan. Aku sadar dia sudah dewasa, meskipun sesekali kulihat
kelakuannya masih seperti anak-anak.
Pernah
suatu hari kulihat dia merasa kejenuhan atas mereka yang selalu memaksanya
untuk membalut rambut indahnya, tapi hatinya belum siap. Belum siap dengan
tanggung jawab yang besar itu, dan aku tahu itu.
Saat
itu aku ingin sekali menghiburnya.
Dengan
mengatakan.
Ikuti
hatimu, jangan kata-kata orang yang tidak mengenal dirimu seutuhnya.
Memang
kutahu mereka temannya ingin yang terbaik untuknya, tapi itu menurut sudut
pandang mereka bukan sudut pandangnya. Aku tahu dia merasa belum siap, belum
siap dengan semua tanggung jawab yang akan dia ambil saat membalut mahkota
hitamnya dengan helaian kain berwarna-warni itu. Maka dari itu aku tidak pernah
mempersoalkan soal itu.
Kau
tetap cantik dan tetap yang terbaik, kataku dalam hati sambil tersenyum.
Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Seingatku,
baru tadi pagi aku bergegas bagun pagi sekali hanya untuk melihat dia.
Seingatku,baru tadi pagi aku menunggunya diujung jalan itu untuk hanya sekedar
menyapa paginya dengan sebuah senyuman. Seingatku, baru tadi pagi aku melawan
dinginnya air yang membasahi tubuhku tapi aku tak merasa begitu.
Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Aku
merasa baru siang tadi aku memacu sepeda motorku untuk mengejarnya, untuk
mengiringinya sampai ditempat dia menimba ilmu. Aku merasa baru siang tadi aku
memacu sepeda motorku agar bisa mengejarnya, agar aku bisa terus berjalan
disampingnya dan beriringan sampai diujung jalan dia membelot masuk ketempat
tujuannya.
Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Dia
sekarang sudah pergi, jauh sekali. Tidak cukup waktu satu jam lamanya untukku
bisa sampai ketempatnya. Tidak cukup hanya dengan memacu sepeda motorku agar
bisa menuju ketempatnya.
Semua
sudah berubah.
Yang
tidak berubah hanya tentang aku yang masih merindukan dia.
Aku
masih seperti dulu, masih aku yang selalu tersenyum jika suatu saat melihatnya
lagi. Aku masih seperti dulu, masih aku yang berdetak keras jantungnya jika
berdekatan dengannya. Aku masih seperti dulu, masih aku yang sulit mengatur
nafas jika dia berasa didekatku. Aku masih seperti dulu, masih aku yang selalu
berharap bisa bertemu dengannya.
Sudah
lama sekali waktu berlalu.
Tapi
masih saja bayangmu tidak pernah berlalu dihadapanku. Kau yang sekarang sudah
entah dimana aku tak tahu, tapi bayang-bayangmu masih serasa mengikuti jejak
langkahku.
Aku
pernah berharap ingin menemuimu ditempat barumu.
Tapi
maafkan aku, aku juga punya mimpi yang sama denganmu ditempat yang berbeda. Aku
akan pergi ketempat baruku, sebuah dunia baru yang katanya hanya dihuni oleh
orang-orang yang bermimpi besar sama sepertimu. Aku akan menemukan satu bagian
hidupku, aku akan menemukan satu kedamaianku disana.
Aku punya mimpi tentangmu tapi ditempat yang berbeda denganmu aku juga punya mimpi yang lain.
Tapi kuharap kita tidak
terlahirkan untuk takdir yang berbeda.
Ini
hanya sebuah peruntungan nasib.
Jika
kau adalah apa yang aku yakini selama ini, maka aku rasa kita akan bertemu
ditempat dan waktu yang tidak akan pernah kita sangkakan.
Sudah
habis giliranku mengejarmu, sekarang aku akan mengejar hal yang lain.
-Dari
Aku Yang Berharap Padamu-















0 komentar:
Posting Komentar