Bagaimana
sebuah do’a akan dikabulkan menurutku, jika hanya orang yang mendo’akan saja
yang berdo’a sedangkan yang dido’akan tidak sama sekali berdo’a seperti apa
yang orang lain do’akan untuk dia.
Layaknya
seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan aku melihatnya.
Kita
mencintainya dia tanpa tapi, sedangkan dia tidak mencintai kita tapi.
Setidaknya begitulah perumpamaannya, dimataku.
Aku
melihat seorang ibu yang berdo’a disebuah masjid tempat aku singgah menjalankan
sholat Maghrib pada sore itu, setelah selesai aku menunaikan kewajiban kala
sore itu, kulihat sang ibu tersebut belum menyudahi ibadahnya.
Kebetulan
alas kaki yang kupakai melapisi telapak kaki ini ketika berjalan menuju masjid
itu kuletakkan tidak jauh dari tempat sang ibu tadi. Terdengar lapat-lapat
ditelingaku do’a yang dia panjatkan kepada Tuhan, do’a untuk kesuksesan anaknya
dan perubahan anaknya. Begitu khusyuk dan serius terdengar ditelingaku dia
memohon, bahkan jika aku menjadi Tuhan mungking aku akan mengabulkannya karena
ada kesungguhan dan harapan yang lebih didalam do’anya tersebut tapi sayangnya
aku bukan Tuhan.
Saat
pulang dijalan aku berpapasan dengan sang anak yang dido’akan tadi, menutup
pintu pagar rumah dengan sepeda motornya yang sudah siap untuk pergi keluar.
Dia memang suka pergi balap liar dimalam hari, dan tak lupa aku akan do’a sang
ibu yang ada dimasjid tadi. Sang ibu berdo’a agar anaknya berhenti melakukan
hal yang menurut sang ibu tadi adalah sebuah kesia-siaan saja.
Tapi
begitulah, yang berdo’a hanya sang ibu saja sedang yang dido’akan tidak
melakukan hal yang sama.
Aku
adalah orang yang percaya jika do’a yang terkabulkan itu adalah do’a yang
paling banyak dipanjatkan oleh orang, seperti layaknya voting via sms. Dimana
yang mendapat sms terbanyaklah yang menang.
Jadi
jangan heran jika Nabi Muhammad Saw dijamin masuk surga oleh Tuhan dalam
beberapa ayatnya, karena kita setiap sholat selalu berdo’a agar beliau ditempat
disisi Tuhan disurga sana.
Seperti
itulah juga dengan do’a sang ibu tadi.
Mungkin
akan djamah Tuhan, tapi tidak secepat yang dia harapkan. Mungkin akan butuh
waktu lama untuk dilihat oleh pegawai-pegawai Tuhan dilangit sana, apakah sudah
memenuhi kriteria banyaknya do’a yang sudah bisa dikabulkan atau belum.
Setidaknya seperti itulah pemikiranku.
Memang
bukan kapasitas kita sebagai manusia mengomentari tentang rahasia Tuhan seperti
do’a, tapi setidaknya kita bisa mendapat pelajaran dari cerita ibu ini
menurutku.
Kebanyakan
kita para anak-anak dari orang tua kita, selalu salah kaprah dan tidak mengerti
cara berterima-kasih oleh karena ego masa muda yang masih mengalir dalam darah
didiri ini, sentimen yang masih melekat membuat mata kita tertutup untuk
melihat bagaimana cintanya kedua orang tua kita kepada kita.
Kebanyakan
dari kita selalu berharap nama kita disebut dalam do’a seseorang yang kita
sukai meskipun terkadang itu jarang terjadi, sampai kita lupa kalau nama kita
selalu orang kita sebutkan didalam do’a mereka. Padahal kita tidak pernah
berharap kalau orang tua kita menyebut nama kita dalam do’a mereka seberharap
agar nama kita disebutkan didalam do’a orang yang kita sukai. Itulah salah satu
dari hal yang menjadikan kita sebagai anak terkadang salah kaprah.
Jika
itu telah terjadi, jangankan alih-alih untuk menyebut nama orang tua kita dalam
do’a kita, mendo’akan kita sajapun kita terkadang tidak ingin karena kita tidak
pernah berdo’a.
Kebanyakan
dari kita hanya mengeluh dan berharap dimedia sosial dengan tujuan agar
diperhatikan oleh orang lain. Tapi kita menyebut yang kita lakukan itu adalah
do’a.
Kita
terlalu disibukkan oleh kegiatan yang bisa dibilang hal yang sia-sia.
Mendo’akan orang yang bahkan tidak pernah mendo’akan kita contohnya.
Coba
kalian ingat kembali ketika kita sedang kasmaran dalam berasmara, mendengar
orang yang kalian suka, sakitpun, kalian langsung mendo’akannya. Sedangkan
ketika berdo’a dengan sungguh-sungguhpun kalian lupa mendo’akan kesehatan orang
yang tulus mendo’akan kalian, yaitu orang tua.
Jika
kita belum bisa membalas jasa orang tua kita, menurutku sebaiknya kita jangan
berhutang do’a kepada mereka. Apa susahnya duduk bersimpuh dan berkata dalam
hati memohon untuk hal yang baik tentang kedua orang yang selalu mendo’akan
kita. Atau setidaknya kita punya rasa malu dengan membiarkan orang lain (orang
tua kita) mendo’akan kita sedangkan kita terlalu sibuk sehingga lupa mendo’akan
diri kita sendiri.
Terlalu
lucu terdengar jika meminta hal yang baik kepada Tuhan pun kita tidak sempat,
jikalau begitu bagaimana kita bisa ingat untuk berterima kasih kepada Tuhan
tentang nikmat yang dia beri jika meminta saja kita tidak sempat.
Karena
menurutku berdo’a itu tidak lebih dari dua hal, yaitu meminta dan
berterima-kasih.
Meminta
apa yang kita harapkan ingin terjadi dan berterima kasih atas apa yang telah
kita terima selama ini. Sebab menurutku berterim-kasih dalam do’a adalah cara
kita mengingat tentang kebaikan yang Tuhan berikan dalam diri kita.
Berterima-kasih secara sadar dan tanpa perlu diumbar sehingga banyak orang yang
akan tahu jadinya.
Jika
kita lupa untuk meminta maka jangankan untuk berterima-kasih, untuk ingat kalau
kita pernah diberi nikmatpun kita rasanya tidak akan pernah menjadi ingat.
Karena kebanyakan dari kita hanya ingat untuk meminta dan lupa akan berterima-kasih,
oleh karena itu sering kita dengar istilah ‘Lupa diri’ atau ‘lupa
berterima-kasih’ tapi kita tidak pernah mendengar istilah ‘lupa meminta’.
Akupun
terkadang sering melakukan hal yang sama, terlalu banyak meminta sehingga pada
akhirnya lupa untuk mengucapkan terima-kasih dan syukur. Karena akupun sama
seperti orang kebanyakan memiliki banyak hal yang diinginkan sehingga lupa
menghitung hal yang sudah didapat.
Pernah
aku menghitung perbandingan meminta dan ucapan terima-kasih didalam setia do’a
ku kepada Tuhan, hasilnya tidaklah mengejutkan, 8:1. Delapan untuk banyanya
permintaan yang kuajukan kepada Tuhan dan satu untuk ucapan terima-kasih yang
kuberi kepada Tuhan, itupun kuucapkan dibagian terakhir dari kalimat do’aku.
Bahkan
tidak hanya ketika aku sendiri berdo’a yang melakukan hal itu.
Ketika
berdo’a dalam acara-acara baik itu formal ataupun non-formal pun kita melakukan
hal yang sama.
Kebanyakan
kita meminta, meminta ini meminta itu, dan hanya sedikit mengucapkan syukur dan
berterima kasih. Layaknya anak kecil ketika begitu kegirangan mendapat hadiah
dari seseorang, sehingga dia lupa mencium tangan dan mengucapkan kata
terima-kasih kepada yang memberikannya hadiah tersebut jika tidak mereka yang
lebih tua mengingatkannya.
Begitulah
kita. Ketika kita memiliki suatu keingingan kita akan meminta dalam do’a, dan
ketika kita sudah banyak berdo’a tapi nyatanya belum terkabulkan, kita kecewa.
Padahal kita lupa bahwa ketika sebelumnya do’a kita dikabulkan, kita lupa
mengucapkan terima-kasih. Layaknya orang yang telah memberi bantuan tapi tidak
diberi ucapan terima-kasih, kukira Tuhan pun begitu. Dia akan lebih
memprioritaskan do’a mereka yang ‘tahu terima-kasih’ dibandingkan do’a dari
kita orang-orang yang lupa cara berterima kasih.
Memang
tidak etis menyamakan sang pencipta dengan sifat yang dia ciptakan, tapi
setidaknya bisa kita berpikir seperti itu untuk intropeksi diri kita terhadap
apa yang telah kita beri kepada Tuhan. Karena berburuk sangka terhadap Tuhan
itu perlu dalam arti lain. Itu akan membuat kita menjadi manusia yang tahu diri
terhadap-Nya.
Seperti
halnya dalam berdo’a.
Do’a
itu adalah hak kita sebagai ciptaannya, setidaknya itu menurut pendapatku.
Entah itu salah atau benar, tapi anggaplah saja begitu untuk mempermudah
penganalogian kita.
Jika
kita padankan do’a itu sebagai hak kita, maka jika ada hak pasti ada kewajiban
kita. Jika do’a adalah hak maka kewajiban itu adalah ibadah. Setidaknya kita
bisa menjadi manusia yang malu meminta hak jika tidak melaksanakan kewajiban
yakni ibadah yang diperintahkan, tapi lain cerita jika kita manusia yang tidak
tahu malu.
Setelah
kita sudah melakukan kewajiban, maka cobalah intropeksi ibadah kita itu. Apakah
sudah benar-benar ‘benar’ atau belum, karena jika kita analogikan kepada sebuah
perusahaan. Ibadah kita itu adalah pekerjaan kita dan do’a itu gaji yang kita
dapat, maka jangan kaget dan kita harus sadar diri jika tidak semua yang kita
inginkan dalam do’a terkabul semuanya. Setidaknya begitu pemikiranku.
Sebab
kebanyakan aku melihat orang mengeluh tentang bagaimana dia sudah beribadah dan
berdo’a tapi yang dia harapkan di do’a tersebut tidak terkabulkan. Dan yang
terlintas dipikiranku ada dua kemungkinan, pertama Tuhan belum mengabulkannya
karena Tuhan merasa belum saatnya dia mendapatkan apa yang dia minta dalam do’a
layaknya atasan yang masih menangguhkan promosi jabatan kepada bawahannya yang
rajin bekerja karena sang atasan menilai dia pantas untuk dipromosikan tapi
tidak sekarang. Atau yang kedua Tuhan merasa kalau yang dia pinta dalam do’anya
tidak sebanding dengan ibadah yang dia lakukan, seperti perusahaan yang tidak
memberikan gaji yang besar sesuai harapan pekerjannya yang hanya bekerja dua
hari dalam seminggu tapi meminta disamakan gajinya dengan pekerja yang bekerja
sepanjang waktu dengan tingkat kesulitan kerja dan tingkat jabatan yang sama.
Tapi
ini bukan berarti aku menganggap kalau kalau ibadah kita belum baik kita tidak
boleh berdo’a atau jangan dulu berdo’a, sebab Tuhan juga tidak menyukai orang
yang tidak berdo’a kepada Nya jika orang tersebut selesai beribadah. Dan Dia
menganalogikan itu sebagai orang yang sombong, sedangkan Dia sangat benci akan
orang yang sombong. Sebuah toleransi dari sang pencipta terhadap ciptaan Nya
menurutku, karena Dia tahu tidak ada ibadah kita yang menyentuh kata sempurna
sebab kita bukan makhluk yang sempurna dan dianggap tempat salah dan khilaf
bersatu.
Oleh
karena itulah Dia tetap menyuruh kita berdo’a karena berdo’a itu bukan perihal
meminta saja, tetapi juga berterima kasih.
Lagi
pula tidak salah jika Tuhan menganalogikan orang yang tidak mau berdo’a itu
dengan orang yang sombong. Sebab seperti layaknya seorang atasan yang bertemu
dengan seorang pekerja yang sudah bekerja tapi tidak menginginkan gaji atau
upah, dan itu hanya untuk orang yang sombong dan hampir sedikit menyentuh
munafik kurasa.
Sebab
dalam hati kita, meskipun kita menampik kalau kita tidak berdo’a karena
kewajiban kita belum beres tapi setidaknya didalam hati kita sendiri kita pasti
akan berkata hal yang lain. Kita beribadah pasti mengharapkan sesuatu dari
Tuhan, mengharapkan imbalan. Alangkah aneh jika kita meminta hal itu secara
terus terang dan malah tidak ingin berdo’a untuk meminta hal yang kita inginkan
itu.
Berkata
lain tapi didalam hati berharap lain, seperti ciri sifat yang sangat dibenci Tuhan.
Tuhan
itu maha adil, dia tahu tidak ada yang ikhlas dari kita ini ketika beribadah
dengannya. Setidaknya Dia tahu kalau kita beribadah pasti mengharapkan sesuatu
dari Dia, kalau tidak kebahagian didunia pastilah itu kebahagiaan di akhirat
(surga). Karena itulah dia berikan iming-iming surga dan ancaman neraka untuk
setiap pekerjaan kita, layaknya gaji dan PHK dalam sebuah tempat kerja. Jika
kita melakukan kewajiban dengan baik kita mendapat upah, yang kalau tidak kita
dapat saat ini pastilah nanti dirapel diakhirat nanti. Tapi jika kita bekerja
asal-asalan maka kita mendapat surat peringatan dahulu barulah kemudian pada
akhirnya kita dipecat (dimasukkan kedalam neraka).
Tuhan
tahu kalau didalam diri kita meskipun mulut berkata ikhlas beribadah tanpa ada
yang diinginkan, tapi sebenarnya kita berharap sesuatu, karena itulah surga
dibuat.
Setidaknya
sebagai penutup menurutku, ada baiknya kita untuk selalu ingat untuk berdo’a.
Meskipun itu sepele terdengar. Entah itu perihal kita berterima-kasih atau
meminta, tapi yang jelas jangan sampai kita dicap oleh Tuhan sebagai orang yang
sombong atau tidak tahu terima-kasih.
Perihal
do’a kita dikabulkan atau tidak itu bukan urusan kita tapi urusan Tuhan, sebab
hak kita hanya untuk berdo’a sedangkan untuk meng-acc do’a kita adalah tugas
atasan kita (Tuhan).
Dengan
berdo’a kita akan dekat dengan rasa malu, malu jika meminta tanpa melakukan
kewajiban terlebih dahulu. Maka dengan do’a setidaknya kita mendapatkan win win
solution dalam hidup kita. Kita tergerak untuk beribadah, kemudian kita
teringat untuk berterima kasih, dan kita telepas dari cap ‘sombong’ dari Tuhan.
Dengan
do’a juga kita bisa sedikit membalas kebaikan kedua orang tua kita dengan
sedikit menyelipkan nama mereka berdua disela-sela permohonan kita dalam do’a.
Dan
do’a itu adalah perihal antara kita dengan sang pencipta, jadi tidak perlulah ciptaan
Nya yang lain tahu. Apa lagi makhluh yang sama dengan kita, sesama manusia.
Karena
ibaratkan dalam sebuah perusahaan, ketika kita meminta kenaikan gaji apakah teman-teman
sekantor kita harus tahu semua itu ??
Biasanya,
bos tidak akan memberikan acc untuk kenaikan gaji kita jika kita
mengumbar-umbarnya kepada orang sekantor sebelum permintaan kita itu dikabulkan
oleh sang bos. Setidaknya seperti itulah yang terjadi dengan do’a yang kita
umbar-umbar didepan orang-orang dengan tujuan agar mereka tahu kalau kita
sedang berdo’a.
Membuat
semua orang tahu tentang apa isi do’a kita tidak membuat kita terlihat keren
bahkan terlihat sebaliknya.
Seperti
seorang pengemis yang tanpa tahu malu lagi menghiba-hiba didepan umum dan
mengatakan keluhannya kepada orang yang dia mintakan uang, atau pernahkah kita
mendengar seseorang yang berniat meminjam uang kepada orang lain dengan cara
bersuara keras agar semua orang tahu ?? Pasti sebagian kita merasa tidak pernah
melihat kejadian seperti itu, karena orang merasa malu untuk menampakkan
kenyataan kalau kita sedang meminta bantuan kepada orang lain. Seperti itulah
kita kalau berdo’a dan kemudian memamerkan do’a kita didepan orang banyak,
lebih buruk dari orang yang ingin meminjam uang kepada seorang teman dan
berteriak keras agar semua orang tahu kalau dia telah meminjam uang.
Oleh
karena itu, selalu kita dengar istilah berdo’a
didalam hati karena memang do’a itu
haruslah menjadi sebuah kerahasiaan antara kita dan Tuhan, dan tidak perlulah
orang lain untuk tahu itulah sebabnya dari sekian banyak hal yang kita baca
ketika sedang Sholat atau Sembahyang, hanya do’a sajalah yang kita ucapkan
dalam hati, dalam diam dan dalam keheningan. Dan itulah juga kenapa bagi kita
yang muslim percaya kalau do’a disholat tahajudlah yang dipercaya cepat dijamah
oleh Tuhan, salah satunya karena ketika berdo’a setelah selesai Tahajud hanya
kita dan Tuhan yang tahu apa yang kita mohon, karena kita dalam sunyi, sepi,
dikeheningan malam.
Sebab
rahasia membuat manusia menjadi seorang manusia.

0 komentar:
Posting Komentar