Sampai kapan
Kau memperolok diriku Tuhan, dengan nasib yang selalu dirundung malang. Tangis
malam seakan selalu menjadi kegiatan rutinku, meratapi kemalang yang terus
berganti-ganti ini.
Tak pernah
Kau hadirkan harta untukku, bahkan sejak aku lahirpun tak pernah kurasakan
kenikmatan yang sering mereka rasakan, mereka yang dari nenek moyangnya tidak
pernah menyentuh bumi dan hanya memegang langit. Bahkan dari ayah ibuku pun tak
pernah kau beri kenikmatan itu, kenikmatan dunia yang sedang kami diami ini.
Kemelaratan
ini bukan salahku ataupun kedua orang tuaku, tapi kesalahan nasib-Mu yang tak
pernah datang kepada kami. Tak pernah Kau beri kesempatan mereka untuk merubah
nasib mereka, agar hidupku tidak seberat warisan kemelaratan yang mereka
berikan.
Mungkin Kau
akan mengelak dengan berkata, ‘Jika kau merasa nasibmu itu sangat malang,
cobalah lihat sekitar. Masih banyak yang lebih malang dari kau’.
Memang benar
itu adanya, memang masih ada yang lebih malang dariku.
Tapi mereka
malang karena kelalaian mereka atau orang tua mereka, yang tidak bisa
memanfaatkan kesempatan yang mungkin pernah Kau berikan dulu. Tapi bagaimana
dengan kedua orang tuaku ??
Sudah payah
mereka meminta kesempatan itu, tapi selalu tidak pernah kau berikan. Sudah
payah mereka berusaha mencari kesempatan itu, tapi tidak pernah kau pertemukan.
Sudah payah aku berusaha dan berdo’a pada-Mu, tapi tidak juga kau turunkan.
Sudah sekeras apapun aku untuk berusaha tidak menyerah, sampai pada masanya aku
mulai lelah.
Mungkin
usahaku tak sebesar usaha mereka yang berhasil kata Mu.
Mungkin
do’aku tak sebanyak mereka juga kata Mu.
Dan mungkin
juga do’aku tak seikhlas mereka kata Mu.
Tapi
ingatlah, usaha mereka itu kau pertemukan dengan mudah oleh jalan Mu, dan
sedangkan aku ?? Hanya jalan tertutup yang kau tunjukkan, yang membuatku hilang
arah tak tahu harus kemana. Kau beri aku lingkungan yang tak sebaik yang Kau
berikan pada mereka, dan Kau tunjukkan waktu yang pas untuk mereka mencari.
Sedang aku ?? hanya warisan kemalangan dari kedua orang tua yang dicampakkan
oleh keluarganya yang Kau beri padaku.
Aku berani
bertaruh atas nama apapun Tuhan, jika kau buat ayah dan ibuku seperti ayah ibu
mereka, tanpa berdo’a pada Mu pun aku bisa mendapatkan kebahagian. Terdengar
sombong memang, tapi begitulah adanya.
Mungkin alasan
Kau tidak kebahagiaan dunia seperti itu kepada kedua orang tuaku agar Kau tidak
ingin akan ada nanti yang merasa iri kepada kami dengan berkata bahwa Kau itu
tidak adil. Karena dengan Kau berbuat seperti ini yang hanya berkata seperti
itu hanya aku seorang, tidak dengan mereka. Apakah ini keadilan itu ??
Aku hanya
kasihan dengan kedua orang tuaku Tuhan, sudah dirundung malang mereka sedari
mereka didalam kandungan. Alangkah pahitnya jika masa tuanyapun harus mereka
jalani dengan kemalangan karena harapan mereka telah putus harapan, sebab telah
patah hatinya karena tidak jua menemukan kebahagiaan yang Kau berikan seperti
yang telah Kau berikan pada mereka yang tertawa saat ini.
Kau bilang
do’aku tidak sebanyak dengan do’a mereka ??
Bahkan
akupun melihat banyak diantara mereka yang tidak pernah berdo’a kepada Mu kau
beri nikmat yang banyak. Mereka yang tidak tahu kearah mana menghadap saat
berdo’a dan menyembah Mu pun juga banyak yang berbahagi. Jadi kupikir ini bukan
soal banyak sedikitnya do’aku Tuhanku.
Apa Kau akan
bilang kalau Do’aku tidak ikhlas karena aku hanya berdo’a meminta kebahagiaan
itu bukan semata untuk dekat dengan Mu ??
Jika itu Kau
jadikan alasan untuk tidak mempertemukanku dengan bahagia dunia, maka coba Kau
hapus Firdaus dan Jahanam dalam janji Mu. Dan lihat apakah mereka masih akan
tetap menyebut nama Mu, apakah mereka akan tetap menyembah Mu, atau mereka
tetap akan selalu takut kepada Mu.
Aku bukanlah
orang yang datang kepada Mu saat sedang terluka, dan bila luka itu sembuh maka
aku akan pergi seperti seorang pasien yang datang kepada dokter atau seperti
murid yang lupa akan budi baik gurunya. Aku tidak seperti itu.
Aku adalah
orang yang akan datang kepada Mu saat aku merasa berbahagia dan akan pergi
meninggalkan Mu jika aku merasa sengsara. Aku ini adalah manusia, sama seperti
seekor peliharaan, aku ini peliharaan Mu yang Kau masukkan kedalam kandang yang
disebut dunia. Yang akan selalu datang dan setia kepada Mu jika Kau sayangi dan
cintai tetapi akan pergi meninggalkan Mu jika terus Kau sakiti dan Kau buat
menetes air matanya.
Tetapi tak
perlu Kau khawati Tuhanku meskipun aku terus Kau sakiti dan selalu kau buat
meneteskan air mata, aku tidak akan pernah berniat mencari majikan lain selain
hanya pada Mu. Hanya saja aku akan lebih memilih pergi dengan pikiranku masih
mengingat Mu, mengingat kebaikan yang pernah Kau berikan kepadaku.
Kau bilang
kalau semua kebahagiaan itu belum sampai karena usahaku yang kurang.
Aku hanya
ingin bilang, berilah aku kesempatan seperti mereka yang kau beri kesempatan
yang hanya bermodalkan takdir dari warisan orang tua mereka dahulu.
Aku ini
ibaratkan padagang yang tidak mempunyai modal dan tidak mendapat kesempatan
untuk bekerja kepada orang lain. Berbeda dengan mereka yang seperti pedagang
besar yang mendapat modal dari orang tuanya sendiri. Aku pun bisa saja berbuat
kecurangan agar bisa membuka usaha tanpa modal dan hanya dengan menipu dan
menjadi benalu bagi orang lain.
Tapi jika
rezeki seperti itu yang digariskan oleh Mu agar aku dan kedua orang tuaku
bahagia. Sekali lagi kukatakan pada Mu ‘Apakah Kau sedang mengolokku ??’
Sampai kapan
Kau memperolok diriku Tuhan ??
Pernah kau
pertemukan aku dengan orang yang bisa menyejukkan jiwaku selain kedua orang
tuaku, tapi kau ambil mereka dengan sekejap saja. Kau renggut mereka tanpa
sempat aku mengkhayalkan rasa bahagiaku dengannya bahkan kau ambil mereka tanpa
sempat aku dapat mengenal mereka lebih jauh sejauh aku mengenal kedua orang
tuaku.
Dan yang kau
sisakan hanya sakit hati yang teramat dalam.
Lalu kau
sindir aku dengan tanda-tanda kemuliaan Mu, sebagai tujuan untuk memberi tahu
aku bahwa dia tidak akan pernah menjadi milikku. Dan mengatakan padaku kalau
hidup ini haruslah realistis, dan jangan sekali bermimpi yang tinggi jika
kakimu masih menginjak bumi.
Tapi hanya
mimpi yang aku punya, karena kenyataan tak pernah Kau berikan padaku.
Mungkin Kau
akan marah padaku karena aku beranggapan Kau seperti itu padaku dan akan
berkata ‘Hidupmu itu tidak hanya didunia ini saja tapi ada kehidupan yang
lain’.
Itu memang
benar junjunganku, tapi bukankah sekarang aku sedang menjalani kehidupan
didunia. Setidaknya Kau berikan aku kebahagiaan didunia ini agar nanti aku bisa
berkonsentrasi untuk hidup diakhirat Kau kelak. Sekarang aku sedang hidup
diduniamu, dan aku butuh sesuatu yang membuatku berbahagia didunia. Jikalau Kau
memberi sesuatu yang kubutuhkan diakhirat saat ini sedangkan aku masih kau beri
hidup dan nafas didunia, itu tidak lebih seperti kau berikan aku sebatang
coklat saat aku dipadang pasir yang gersang dengan keadaan haus yang dahsyat
mendera. Manis memang yang aku rasakan, tapi tidak bisa membuat aku bahagia
karena yang aku butuhkan adalah air.
Bukankah
perkara dunia adalah tentang menafkahi dan dinafkahi.
Maafkan aku
Tuhanku yang telah berkata kasar pada Mu, memang tidak selayaknya aku berbuat
seperti ini.
Tapi
ingatlah Tuhanku, bukanlah kematianku yang aku takutkan saat ini dan membuatku
seperti ini.
Tapi lebih
kepada sebuah rasa cemas kalau aku merasa tidak punya cukup waktu atau terlambat untuk memutuskan kemalangan
yang ada pada mereka berdua yang mereka dapat sedari mereka kecil jika tidak
sekarang ini.
Semua rasa
takut itu hanya semata jikalau aku sayang mereka berdua.




0 komentar:
Posting Komentar