Sudah
berapa lama kau telah hidup seperti ini ??, tanyaku pada orang tua itu.
Tidak
lama, hanya seingatku aku sudah seperti ini. Jawabnya.
Aku
tertegun mendengar jawaban orang tua itu. Aku tertegun melihat pak tua itu,
tubuhnya kusam dan kurus seakan-akan hanya tulanglah saja yang dia miliki
ditubuhnya itu. Hanya kulitnya yang hitam yang membalut tubuhnya yang seperti
geranggong hidup itu, dan kiranya kupikir warna hitam legam yang melekat
dikulitnya itu bukanlah warna kulitnya yang asli. Sebab kurasa itu adalah warna
yang dia peroleh dari sekian lamanya dia berjemur dibawah terik sinar matahari.
Sungguh
warna kulit yang exotis dan ironis menurutku.
Dimana
orang-orang kaya menghabiskan uangnya untuk berlibur pergi kepantai-pantai
terkenal seperti Kuta, Bahama, Karibia, dan Brasilia hanya untuk mendapatkan
kulit yang eksotis kata mereka. Disini aku menemukan kenyataan ironis, ada
sesosok tubuh yang rela berjemur dibawah sinar matahari untuk mendapatkan uang
sebagai penyambung hidup.
Sungguh
hinanya dunia ini, sungguh hinanya juga hidup ini.
Kita
bukan bertahan hidup dengan bertaruh pada iman tapi kepada uang dan harta
kekayaan. Entah siapa yang sudah menciptakan kertas-kertas yang bermakna itu,
tapi berkat dia kita menjadi lebih memikirkan hasil ciptaan manusia
dibandingkan memikirkan hasil ciptaan yang Maha Kuasa.
Tubuh
lusuh ini yang selalu bergelut dibawah sinar matahari, berbedakkan oleh debu
jalanan, dan bermandikan peluh bercampur dengan letih yang bergelayutan
dipundaknya.
Aku rasa
dialah makhluk Tuhan yang sejati, yang hidupnya memenuhi apa yang telah Tuhan
suruh kepada umat manusia. Beribadah dia suka, bekerja dan bertanggung jawab
kepada keluargapun itulah yang telah menyebabkannya seperti sekarang ini. Tapi
dimana janji yang katanya akan dia terima akan sebuah nikmat dunia yang dia
rasakan karena perihal dia sudah bekerja dan berdo’a ??
Tidak
ada. Hanya letih dan tangis penuh derita yang dia terima.
Tidak
sebanding menurutku dengan apa yang diterima oleh orang-orang yang bekerja
tanpa berdo’a itu, yang jangankan untuk berdo’a bahkan untuk mengingat Tuhanpun
mereka tidak pernah terlintas sedikitpun dibenak mereka. Tapi mereka
mendapatkan apa yang menjadi syarat untuk hidup didunia.
Tapi
mereka akan menderita diakhirat, kata Tuhan.
Kalau
begitu kenapa Kau turunkan mereka yang menderita didunia dan kau janjikan akan
bahagia diakhirat itu kedunia ?? Biarkan mereka tinggal disana agar tidak
hilang iman mereka karena kemalangan yang sudah malang melintang mendera
mereka. Kau janjikan mereka untuk berbahagia diakhirat (nanti), apakah seperti
janji Kau tentang akan datang nikmat didunia jika mereka bekerja dan berdo’a
yang tapi nyatanya tidak mereka pernah rasakan sampai sekarang.
Setengah
abad lebih sudah mereka hidup didunia ini, entah mereka sudah lupa akan janji
Mu atau mungkin mereka sudah tidak memikirkannya lagi dan berharap lagi. Tapi
mereka tetap saja untuk berusaha dan berdo’a meski jalan keluar yang Kau
janjikan itu tak kunjung merek temui.
Aku
mengeluh dalam hatiku, bukan untukku tapi karena hidup mereka.
Kau
bilang kita hidup tidak boleh mengeluh, tapi jangan salahkan aku. Salahkan Kau
yang memberiku sebuah hati nurani yang terkadang pedih melihat ketidak
seimbangan dunia ini. Mereka yang selalu membawa kerusakan dimuka bumi ini Kau
biarkan bebas melenggak-lenggok berjalan dimuka bumi ini dengan sombong,
sedangkan mereka yang berharap sebuah kedamaian hidup walaupun sedikit, Kau
biarkan melarat dan berjalan dengan tergopoh-gopoh dibumi yang kau janjikan
pada Adam dan Hawa dulu bahwa indah melebihi surga.
Apa kau
suka akan hidupmu pak tua ??, tanyaku pada orang tua itu.
Suka tak
suka ini adalah hidupku, tak bisaku titipkan pada orang lain. Jawabnya.
Menetes
air mataku mendengar jawabannya, apa yang salah dengan dirimu orang tua ??
Batinku berkata pada diriku sendiri. Apa kesalahan dirimu pada sang pencipta
sehingga hidupmu terlahir begitu malang ?? Apa kesalahan dirimu pada orang
tuamu sehingga Tuhan murka pada hidupmu ini ?? ataukah ada kau pernah menyakiti
seseorang lain sebelumnya ?? Batinku bertanya-tanya meskipun aku tahu tidak
pernah aku menemukan jawaban itu.
Dia yang
sejak dilahirkan telah merasakan getirnya hidup ini tanpa pernah satu kalipun
berkesempatan merasakan nikmat hidup, yang walaupun setia ditanya ‘nikmat apa
saja yang pernah kau rasakan didunia ini ??’ dia akan selalu menjawab ‘nikmat
bernafas dan nikmat hidup dengan sehat’.
Seakan-akan
mencari-cari alasan untuk membela Tuhan menurutku. Banyak orang diluar sana
yang hidupnya sehat dan juga ditambah dengan kesenangan dunia yang lainnya yang
bahkan tidak pernah kau rasakan sampai sekarang ini, dan kau masih saja
merasakan kalau hidup ini adil ??
Tidak ada
yang benar-benar adil didunia ini, bahkan kasih Tuhan pada umatNya pun kurasa
tidak.
Jika
Tuhan adil, kenapa Dia ciptakan negara yang berperang sedangkan tepat
didekatnya ada negara yang aman, damai, makmur, dan sentosa. Apa yang
membedakan setiap bangsa dimata Tuhan ?? Kenapa tidak diciptakanNya saja dunia
ini aman dan makmur. Agar tidak ada lagi rasa iri.
Sekali
lagi aku tidak benci Tuhan, tapi aku hanya protes kepadaNya. Jika Dia marah,
salahkan Dia yang menciptakanku dengan setitik nurani yang murah iba ini.
Apa yang
salah dengan hidupmu pak tua, kata ku sekali lagi dalam hati.
Apa ini
karma dari kedua orang tuamu tentang perihal kesalahan yang sudah mereka
lakukan dimasa muda dulu. Kalaupun benar demikian, kurasa tidak bijak untuk
menjatuhkan karma tentang perihal yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya,
sebab anak tidak tahu apa yang terjadi. Sama seperti halnya meranggas bunga
mawar putih yang elok hanya karena kita benci pada sang tuan pemiliknya.
Apakah
ini hukuman kepadamu karena dimasa mudamu tak pandai menyiasati waktu, karena
kau terlalu terbuai oleh dinginnya udara pagimu dahulu sedangkan mereka yang
tertawa sekarang berani melawan kantuknya untuk bangun dari mimpi dan menyambut
hari. Tapi jika itu alasannya, kurasa akan masih tinggal ingatan tentang
penyesalanmu yang tak pandai memelihaa waktu.
Apa yang
salah dengan hidupmu ??
Hanya kau
dan Tuhan yang tahu, aku hanya berani menerka-nerka saja tanpa berani
berspekulasi. Tapi yang jelas kuharap Tuhan tidak akan ingkar janji tentang
perihal harapan akan sebuah kebahagiaan yang Dia tebarkan dikhayal umatNya yang
sudah bersedia rela untuk berkerja dan berdo’a.


0 komentar:
Posting Komentar