Berkisahlah...
Berkisahlah
sekali lagi kepadaku, kisah tentang pangeran dan putri yang selalu menjadi
andalanmu dalam bercerita itu. Yang dalam ceritanya selalu kau buat diakhir
ceritanya mereka hidup bahagia selamanya. Sebuah cerita romansa hasil dari
karangan dan khayalanmu saat kau menerawang tentang indahnya cinta yang ingin
kau dapat, sebuah romansa yang dalam nyatanya hanya bualan semata.
Kau
terlalu banyak dilukai oleh cinta, kau terlalu banyak dikecewakan oleh cinta,
sehingga hanya dengan berkisah kau mampu merasa mendapatkan cinta yang
benar-benar kau idamkan selama ini. Seperti kisah Putri dan Pangeran yang jatuh
cinta pada pandangan pertama, dan berkonflik pada orang ketiga yang menjelma
menjadi seorang penyihir yang ingin merebut sang Putri dan kemudian dengan
gagahnya sang pangeran menyelamatkan
sang putri sehingga diakhir cerita mereka hidup bahagia selamanya.
Cinta
tidak sesimpel itu, dan kisahmu juga. Banyak kepelitan yang membuatnya rumit
diantaranya. Sungguh lucu jika kita masih berkhayal seperti itu. Tapi tak
apalah aku tak akan memprotes lagi, sebab aku telah berjanji untuk menjadi
pendengar yang baik untukmu. Ya, aku hanya akan mndengar saja tidak akan
memberi protes atau apapun itu yang bisa membuatmu berhenti sejenak dalam berkisah.
Berkisahlah...
Ceritakanlah
tentang khayalanmu akan cinta yang indah itu, tentang cinta yang dimana kau
bisa hidup berdampingan dengan dia yang kau cinta dengan berbahagia selamanya.
Tentang cinta yang kau khayalkan indah dengannya, seperti impian kosong kalian
berdua pada dahulu kala, dimana saat itu kalian sedang dimabuk asmara tanpa
pernah berpikir kalau dunia ini hanya ingin sebuah pemikiran yang realistis.
Bukan khayalan layaknya dongeng yang ada dikitab dan buku cerita karangan para
pujangga dan penyair.
Pada
akhirnya dia pergi, dan kau sekarang hanya bisah berkisah padaku tentang
khyalanmu dan dia dahulu. Cintamu bertepuk sebalah tangan, bukan dengan dia
yang tidak menampik cintamu tapi bertepuk sebelah tangan dengan penantian yang
tak pernah berpihak kepadamu.
Sedangkan
aku.
Aku hanya
bertepuk tangan mendengarkan kau berkisah. Bukan karena aku berbahagia akan
penderitaanmu, bukan pula karena aku senang melihat kau seperti itu. Tapi lebih
karena aku terlalu takjub dengan kisah yang kau ceritakan padaku diwaktu
luangmu dan waktu luangku. Aku hanya seorang pendengar, pendengar dari sebuah
dongeng dan kisah yang kau ceritakan. Sedangkan kau, kau adalah seorang
pengkisah yang baik menurutku, bahkan melebihi dari penyair-penyair yang
pernahku kenal.
Chairil
anwar, Buya Hamka, dan Rendra. Kurasa namamu cukup pantas untuk disandingkan
dengan nama-nama besar itu. Aku tahu kau tak butuh selaan saat kau berkisah,
atau kau tak butuh komentar yang membangun akan isi cerita yang kau kisahkan
padaku. Tapi sebagai seorang pendengar sudah keawajibanku untuk memberikan
sebuah penghargaan padamu, dan sebuah aplause kuras pantas untuk kau terima
dari sang pendengar ini.
Berkisahlah.
Berkisahlah
seolah-oleh kau punya banyak ceritakan yang ingin kau ceritakan padaku. Aku
akan setia mendengarnya apa yang akan kau kisahkan padaku, entah yang kau
ceritakan itu bohong atau nyata aku tidak akan mempermalakannya. Karena bagiku
dengan kau mau berkisah dan berbagi kisahmu padaku adalah sebuah penghargaanmu
padaku. Sebuah bukti bahwaa kau percaya padaku, bahwa kau yakin kalau aku akan
menjaga erat apa yang telah kau kisahkan padaku.
Sungguh
berat sekali sebenarnya tugasku. Harus menjaga sebuah kerahasiaan dari sebuah
rahasia yang sebenarnya enggan kau keluarkan tapi tak kuasa dayamu untuk kau
tanggung sendiri. Maka dari itu kau cari seseorang yang mau untuk kau ajak
berbagi kisahmu ini, yang sebenarnya orang yang malang karena harus menanggung
beban berat ini.
Mungkin
bagi sebagian orang, terlihat keren jika kita menjadi tempat berkisah bagi
orang lain. Tapi menurutku tidak, karena menjaga amanat itu sulit. Tidak sepeti
saat kita membagi sebuah kisah.
Berkisahlah.
Berkisahlah
seakan-akan esok tiada lagi hari untuk kau berkisah. Aku akan setia untuk
mendengar kisahmu sampai rasa kantuk ini yang membuaiku sehinggaku tak ingat
lagi kalau kau sedang berkisah. Sebab kisahmu seperti dongeng pengantar tidur
bagiku, sebuah kisah fiksi tentang cinta yang menjadi andalanmu.


0 komentar:
Posting Komentar