Selasa, 08 September 2015

Berkisahlah...


Berkisahlah...
Berkisahlah sekali lagi kepadaku, kisah tentang pangeran dan putri yang selalu menjadi andalanmu dalam bercerita itu. Yang dalam ceritanya selalu kau buat diakhir ceritanya mereka hidup bahagia selamanya. Sebuah cerita romansa hasil dari karangan dan khayalanmu saat kau menerawang tentang indahnya cinta yang ingin kau dapat, sebuah romansa yang dalam nyatanya hanya bualan semata.
Kau terlalu banyak dilukai oleh cinta, kau terlalu banyak dikecewakan oleh cinta, sehingga hanya dengan berkisah kau mampu merasa mendapatkan cinta yang benar-benar kau idamkan selama ini. Seperti kisah Putri dan Pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama, dan berkonflik pada orang ketiga yang menjelma menjadi seorang penyihir yang ingin merebut sang Putri dan kemudian dengan gagahnya sang pangeran menyelamatkan  sang putri sehingga diakhir cerita mereka hidup bahagia selamanya.
Cinta tidak sesimpel itu, dan kisahmu juga. Banyak kepelitan yang membuatnya rumit diantaranya. Sungguh lucu jika kita masih berkhayal seperti itu. Tapi tak apalah aku tak akan memprotes lagi, sebab aku telah berjanji untuk menjadi pendengar yang baik untukmu. Ya, aku hanya akan mndengar saja tidak akan memberi protes atau apapun itu yang bisa membuatmu berhenti sejenak dalam berkisah.
Berkisahlah...
Ceritakanlah tentang khayalanmu akan cinta yang indah itu, tentang cinta yang dimana kau bisa hidup berdampingan dengan dia yang kau cinta dengan berbahagia selamanya. Tentang cinta yang kau khayalkan indah dengannya, seperti impian kosong kalian berdua pada dahulu kala, dimana saat itu kalian sedang dimabuk asmara tanpa pernah berpikir kalau dunia ini hanya ingin sebuah pemikiran yang realistis. Bukan khayalan layaknya dongeng yang ada dikitab dan buku cerita karangan para pujangga dan penyair.
Pada akhirnya dia pergi, dan kau sekarang hanya bisah berkisah padaku tentang khyalanmu dan dia dahulu. Cintamu bertepuk sebalah tangan, bukan dengan dia yang tidak menampik cintamu tapi bertepuk sebelah tangan dengan penantian yang tak pernah berpihak kepadamu.
Sedangkan aku.
Aku hanya bertepuk tangan mendengarkan kau berkisah. Bukan karena aku berbahagia akan penderitaanmu, bukan pula karena aku senang melihat kau seperti itu. Tapi lebih karena aku terlalu takjub dengan kisah yang kau ceritakan padaku diwaktu luangmu dan waktu luangku. Aku hanya seorang pendengar, pendengar dari sebuah dongeng dan kisah yang kau ceritakan. Sedangkan kau, kau adalah seorang pengkisah yang baik menurutku, bahkan melebihi dari penyair-penyair yang pernahku kenal.
Chairil anwar, Buya Hamka, dan Rendra. Kurasa namamu cukup pantas untuk disandingkan dengan nama-nama besar itu. Aku tahu kau tak butuh selaan saat kau berkisah, atau kau tak butuh komentar yang membangun akan isi cerita yang kau kisahkan padaku. Tapi sebagai seorang pendengar sudah keawajibanku untuk memberikan sebuah penghargaan padamu, dan sebuah aplause kuras pantas untuk kau terima dari sang pendengar ini.
Berkisahlah.
Berkisahlah seolah-oleh kau punya banyak ceritakan yang ingin kau ceritakan padaku. Aku akan setia mendengarnya apa yang akan kau kisahkan padaku, entah yang kau ceritakan itu bohong atau nyata aku tidak akan mempermalakannya. Karena bagiku dengan kau mau berkisah dan berbagi kisahmu padaku adalah sebuah penghargaanmu padaku. Sebuah bukti bahwaa kau percaya padaku, bahwa kau yakin kalau aku akan menjaga erat apa yang telah kau kisahkan padaku.
Sungguh berat sekali sebenarnya tugasku. Harus menjaga sebuah kerahasiaan dari sebuah rahasia yang sebenarnya enggan kau keluarkan tapi tak kuasa dayamu untuk kau tanggung sendiri. Maka dari itu kau cari seseorang yang mau untuk kau ajak berbagi kisahmu ini, yang sebenarnya orang yang malang karena harus menanggung beban berat ini.
Mungkin bagi sebagian orang, terlihat keren jika kita menjadi tempat berkisah bagi orang lain. Tapi menurutku tidak, karena menjaga amanat itu sulit. Tidak sepeti saat kita membagi sebuah kisah.
Berkisahlah.

Berkisahlah seakan-akan esok tiada lagi hari untuk kau berkisah. Aku akan setia untuk mendengar kisahmu sampai rasa kantuk ini yang membuaiku sehinggaku tak ingat lagi kalau kau sedang berkisah. Sebab kisahmu seperti dongeng pengantar tidur bagiku, sebuah kisah fiksi tentang cinta yang menjadi andalanmu.

0 komentar:

Posting Komentar