Kamis, 27 Agustus 2015

Ini Aku


Kau seperti dia, kau benar-benar mirip dengannya.
Begitulah kata seorang pacar baruku kepadaku pada sebuah kesempatan untuk bertatap muka berdua, hanya ada aku dan dia karena orang yang lalu lalang disekitar kami itu hanyalah seperti udara saja. Ada tapi tidak kami anggap ada. Hanyalah sebuah pemeran sampingan untuk mendukung suasana romantis yang terasa.
Kau seperti dia, kau benar-benar mirip dengan dia.
Kata pacar baruku menyamaiku dengan orang yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta dan kemudian meninggalkannya, sama sepertiku. Walaupun aku tidak berniat meninggalkannya.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya, untuk menyembunyikan sesuatu yang entah mengapa membuatku merasa tidak nyaman.
Coba kulihat, katanya lagi.
Matamu, bibirmu, oh rambutmu juga semuanya seperti dia, lihat matamu biru dengan putih disekitarnya. Aku seperti melihat ada bayangannya dimatamu.
Kata dia sambil memperhatikanku.
Ini aku, kataku.
Bukan dia, dan bukan juga mereka. Ini aku, jika yang kau lihat dari diriku adalah bayangan dia maka aku akan pergi darimu. Aku tidak ingin memberimu impian seakan aku ini akan seperti dia yang dulu, jika kau melihat aku ini seperti dia maka sebaiknya kau kembali kepada dia yang nyata bagimu.
Bukan aku yang terlihat seperti dia dimatamu.
Aku bisa melihat jelas bukan dimataku kau melihat bayangan dia, melainkan aku melihat bayangan dia dimatamu saat kau melihatku tanpa berkedip.
Kukatakan sekali lagi, ini adalah aku. Bukan dia dan juga mereka.
Aku ya aku, bukan aku itu dia atau dia itu seperti aku.
Bukan aku tidak ingin disama-samakan dengan dia, tapi aku merasakan kalau aku akan menjadi lebih baik dari dia. Karena sebaik-baik dia dimatamu, dia adalah yang telah melakukan kesalahan besar terhadapmu.
Kukatakan sekali lagi, ini aku.

Aku adalah aku.

(Apakah) Kau sedang mengolokku (?)


Sampai kapan Kau memperolok diriku Tuhan, dengan nasib yang selalu dirundung malang. Tangis malam seakan selalu menjadi kegiatan rutinku, meratapi kemalang yang terus berganti-ganti ini.
Tak pernah Kau hadirkan harta untukku, bahkan sejak aku lahirpun tak pernah kurasakan kenikmatan yang sering mereka rasakan, mereka yang dari nenek moyangnya tidak pernah menyentuh bumi dan hanya memegang langit. Bahkan dari ayah ibuku pun tak pernah kau beri kenikmatan itu, kenikmatan dunia yang sedang kami diami ini.
Kemelaratan ini bukan salahku ataupun kedua orang tuaku, tapi kesalahan nasib-Mu yang tak pernah datang kepada kami. Tak pernah Kau beri kesempatan mereka untuk merubah nasib mereka, agar hidupku tidak seberat warisan kemelaratan yang mereka berikan.

Mungkin Kau akan mengelak dengan berkata, ‘Jika kau merasa nasibmu itu sangat malang, cobalah lihat sekitar. Masih banyak yang lebih malang dari kau’.
Memang benar itu adanya, memang masih ada yang lebih malang dariku.
Tapi mereka malang karena kelalaian mereka atau orang tua mereka, yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan yang mungkin pernah Kau berikan dulu. Tapi bagaimana dengan kedua orang tuaku ??

Sudah payah mereka meminta kesempatan itu, tapi selalu tidak pernah kau berikan. Sudah payah mereka berusaha mencari kesempatan itu, tapi tidak pernah kau pertemukan. Sudah payah aku berusaha dan berdo’a pada-Mu, tapi tidak juga kau turunkan. Sudah sekeras apapun aku untuk berusaha tidak menyerah, sampai pada masanya aku mulai lelah.
Mungkin usahaku tak sebesar usaha mereka yang berhasil kata Mu.
Mungkin do’aku tak sebanyak mereka juga kata Mu.
Dan mungkin juga do’aku tak seikhlas mereka kata Mu.
Tapi ingatlah, usaha mereka itu kau pertemukan dengan mudah oleh jalan Mu, dan sedangkan aku ?? Hanya jalan tertutup yang kau tunjukkan, yang membuatku hilang arah tak tahu harus kemana. Kau beri aku lingkungan yang tak sebaik yang Kau berikan pada mereka, dan Kau tunjukkan waktu yang pas untuk mereka mencari. Sedang aku ?? hanya warisan kemalangan dari kedua orang tua yang dicampakkan oleh keluarganya yang Kau beri padaku.

Aku berani bertaruh atas nama apapun Tuhan, jika kau buat ayah dan ibuku seperti ayah ibu mereka, tanpa berdo’a pada Mu pun aku bisa mendapatkan kebahagian. Terdengar sombong memang, tapi begitulah adanya.
Mungkin alasan Kau tidak kebahagiaan dunia seperti itu kepada kedua orang tuaku agar Kau tidak ingin akan ada nanti yang merasa iri kepada kami dengan berkata bahwa Kau itu tidak adil. Karena dengan Kau berbuat seperti ini yang hanya berkata seperti itu hanya aku seorang, tidak dengan mereka. Apakah ini keadilan itu ??
Aku hanya kasihan dengan kedua orang tuaku Tuhan, sudah dirundung malang mereka sedari mereka didalam kandungan. Alangkah pahitnya jika masa tuanyapun harus mereka jalani dengan kemalangan karena harapan mereka telah putus harapan, sebab telah patah hatinya karena tidak jua menemukan kebahagiaan yang Kau berikan seperti yang telah Kau berikan pada mereka yang tertawa saat ini.
Kau bilang do’aku tidak sebanyak dengan do’a mereka ??
Bahkan akupun melihat banyak diantara mereka yang tidak pernah berdo’a kepada Mu kau beri nikmat yang banyak. Mereka yang tidak tahu kearah mana menghadap saat berdo’a dan menyembah Mu pun juga banyak yang berbahagi. Jadi kupikir ini bukan soal banyak sedikitnya do’aku Tuhanku.
Apa Kau akan bilang kalau Do’aku tidak ikhlas karena aku hanya berdo’a meminta kebahagiaan itu bukan semata untuk dekat dengan Mu ??
Jika itu Kau jadikan alasan untuk tidak mempertemukanku dengan bahagia dunia, maka coba Kau hapus Firdaus dan Jahanam dalam janji Mu. Dan lihat apakah mereka masih akan tetap menyebut nama Mu, apakah mereka akan tetap menyembah Mu, atau mereka tetap akan selalu takut kepada Mu.
Aku bukanlah orang yang datang kepada Mu saat sedang terluka, dan bila luka itu sembuh maka aku akan pergi seperti seorang pasien yang datang kepada dokter atau seperti murid yang lupa akan budi baik gurunya. Aku tidak seperti itu.
Aku adalah orang yang akan datang kepada Mu saat aku merasa berbahagia dan akan pergi meninggalkan Mu jika aku merasa sengsara. Aku ini adalah manusia, sama seperti seekor peliharaan, aku ini peliharaan Mu yang Kau masukkan kedalam kandang yang disebut dunia. Yang akan selalu datang dan setia kepada Mu jika Kau sayangi dan cintai tetapi akan pergi meninggalkan Mu jika terus Kau sakiti dan Kau buat menetes air matanya.
Tetapi tak perlu Kau khawati Tuhanku meskipun aku terus Kau sakiti dan selalu kau buat meneteskan air mata, aku tidak akan pernah berniat mencari majikan lain selain hanya pada Mu. Hanya saja aku akan lebih memilih pergi dengan pikiranku masih mengingat Mu, mengingat kebaikan yang pernah Kau berikan kepadaku.
Kau bilang kalau semua kebahagiaan itu belum sampai karena usahaku yang kurang.
Aku hanya ingin bilang, berilah aku kesempatan seperti mereka yang kau beri kesempatan yang hanya bermodalkan takdir dari warisan orang tua mereka dahulu.
Aku ini ibaratkan padagang yang tidak mempunyai modal dan tidak mendapat kesempatan untuk bekerja kepada orang lain. Berbeda dengan mereka yang seperti pedagang besar yang mendapat modal dari orang tuanya sendiri. Aku pun bisa saja berbuat kecurangan agar bisa membuka usaha tanpa modal dan hanya dengan menipu dan menjadi benalu bagi orang lain.
Tapi jika rezeki seperti itu yang digariskan oleh Mu agar aku dan kedua orang tuaku bahagia. Sekali lagi kukatakan pada Mu ‘Apakah Kau sedang mengolokku ??’
Sampai kapan Kau memperolok diriku Tuhan ??
Pernah kau pertemukan aku dengan orang yang bisa menyejukkan jiwaku selain kedua orang tuaku, tapi kau ambil mereka dengan sekejap saja. Kau renggut mereka tanpa sempat aku mengkhayalkan rasa bahagiaku dengannya bahkan kau ambil mereka tanpa sempat aku dapat mengenal mereka lebih jauh sejauh aku mengenal kedua orang tuaku.
Dan yang kau sisakan hanya sakit hati yang teramat dalam.
Lalu kau sindir aku dengan tanda-tanda kemuliaan Mu, sebagai tujuan untuk memberi tahu aku bahwa dia tidak akan pernah menjadi milikku. Dan mengatakan padaku kalau hidup ini haruslah realistis, dan jangan sekali bermimpi yang tinggi jika kakimu masih menginjak bumi.
Tapi hanya mimpi yang aku punya, karena kenyataan tak pernah Kau berikan padaku.
Mungkin Kau akan marah padaku karena aku beranggapan Kau seperti itu padaku dan akan berkata ‘Hidupmu itu tidak hanya didunia ini saja tapi ada kehidupan yang lain’.
Itu memang benar junjunganku, tapi bukankah sekarang aku sedang menjalani kehidupan didunia. Setidaknya Kau berikan aku kebahagiaan didunia ini agar nanti aku bisa berkonsentrasi untuk hidup diakhirat Kau kelak. Sekarang aku sedang hidup diduniamu, dan aku butuh sesuatu yang membuatku berbahagia didunia. Jikalau Kau memberi sesuatu yang kubutuhkan diakhirat saat ini sedangkan aku masih kau beri hidup dan nafas didunia, itu tidak lebih seperti kau berikan aku sebatang coklat saat aku dipadang pasir yang gersang dengan keadaan haus yang dahsyat mendera. Manis memang yang aku rasakan, tapi tidak bisa membuat aku bahagia karena yang aku butuhkan adalah air.
Bukankah perkara dunia adalah tentang menafkahi dan dinafkahi.
Maafkan aku Tuhanku yang telah berkata kasar pada Mu, memang tidak selayaknya aku berbuat seperti ini.
Tapi ingatlah Tuhanku, bukanlah kematianku yang aku takutkan saat ini dan membuatku seperti ini.
Tapi lebih kepada sebuah rasa cemas kalau aku merasa tidak punya cukup waktu  atau terlambat untuk memutuskan kemalangan yang ada pada mereka berdua yang mereka dapat sedari mereka kecil jika tidak sekarang ini.
Semua rasa takut itu hanya semata jikalau aku sayang mereka berdua.


Cinta 173.45 FM


‘Hallo, bertemu lagi dengan saya Putra Kumbang diradio sehati 173.45 FM kebanggaan kita semua. Malam ini seperti biasa satu jam kedepan akan mengudara dan menyampaikan apa yang ada dihati kalian saat ini dalam sesi –Katakan Hatimu-‘
‘Kringgg’, bunyi telepon berdering.
‘Yak ternyata ada penelepon pertama, Hallo ini dari siapa dimana ??’
‘Ini dari Putri Sulung’
‘Oh Putri Sulung sudah lama ya gak kedengaran kabarnya, lagi sibuk apa sekarang ??’
‘Iya nih, maaf kalo sudah lama gak mengudara soalnya lagi sibuk ulangan akhir semeseter’
‘Oh iya iya sama juga, aku juga seminggu ini sedang sibuk Ujian semester. Belum lagi deg-deggannya kalau kalau bakalan remedial, duhhh nyesek banget deh. Sekarang mau apa nih ?? curhat kirim salam atau request lagu seperti biasa ??’
‘Untuk kali ini gue mau curhat deh Putra Kumbang, soalnya gue lagi ada masalah sama seseorang’
‘Oh ya tumben sekali, oke baiklah coba ceritakan apa yang mau kamu curhatkan ??’
****
‘Loh kok kamu nyolot gitu sih ??’, kata Angga marah-marah.
‘Lah loh kok kamu tiba-tiba marah gitu ??’, tanya Dera heran.
‘Ya, abisnya lo salahkan. Udah tau kita mau kerja kelompok eh malah keganjenan jalan sama gebetan lo yang udik itu, jadinya jadwalnya ngaret gini. Udah lama kita nungguin lo !!’, kata Angga kesal.
‘Kan aku udah bilang tadi kalau aku ketemu Gilang ditengah jalan terus dia nawarin mau nganterin aku kesini. Karena dia sama aku satu arah, kamu aja yang aneh tiba-tiba marah gini, lagian siapa juga yang langsung main pergi aja karena takut ditebengin’, kata Dera bela diri.
‘Udah jangan banyak alasan, intinya sama aja, gara-gara lo telat kita jadi nungguin lo gini’, kata Angga gak mau kalah.
‘Udah-udah, gak usah marah-marahan gitu lagian kan Dera gak terlambat-terlambat amat. Gak masalah juga kita nunggu sebentar doang’, kata Ine mencoba menengahi.
‘Ayo kita mulai kerja kelompoknya, biar cepat selesai’, Kata Nino juga membantu Ine untuk meredakan keributan ini.
Walaupun sama-sama sedang marahan akhirnya Angga dan Dera akhirnya ikut juga apa yang disarankan oleh teman-temannya untuk menghentikan pertengkaran mereka berdua sejenak.
Mereka berempatpun memulai kerja kelompok mata pelajaran kerajinan tangan. Kelas mereka mendapat tugas dari Bu Sari, guru mata pelajaran Kesenian dikelas 11 IPA A, untuk membuat kerajinan tangan. Dan mereka memutuskan untuk membuat kain batik.
Ine bertugas menjaga lilin agar tetap encer diatas tungku, Angga dan Nino meramu obat untuk pewarnaan kainnya, sedangkan Dera karena dia panda melukis maka dia ditugasi untuk melilin (menempelkan lilin dimotif kain).
Selama beberapa menit awal mereka mengerjakan tugas, mereka berempat hanya diam dan hening tanpa ada yang mau berbicara. Entah karena mereka fokus dengan pekerjaan mereka masing-masing atau karena yang biasanya suka memulai pembicaraan yang bikin seru itu sekarang sedang saling diam.
‘Awwww !!’, pekik Dera tiba-tiba memecahkan keheningan.
‘Lo kenapa ??’, tanya Ine.
‘Kena tetes lilin’, kata Dera sambil terlihat seperti salah tingkah ingin mengelap tetesan lilin yang menetes dikaki kirinya tapi takut-takut, tapi kalau tidak cepat-cepat mengelapnya dan menunggu mengeras rasanya sudah tidak tahan lagi.
‘Duhh kok bisa sih, ya udah gue ambil obat luka dulu’, kata Ine kemudian berdiri dari tempat duduknya.
‘Kenapa Dera ??’, tanya Nino.
‘Kena Lilin’, kata Ine menjawab tanpa menghiraukan Nino karena sedang bergegas pergi mengambil obat.
Melihat lilin yang masih cair dikaki Dera, Angga langsung menyiram dengan air mineral yang ada ditangannya. Kemudian setelah itu dia langsung mengelap bekas lilin yang masih membekas.
‘Kok bisa ceroboh gini sih lo, kayak anak kecil aja. Makanya kalo kerja tu fokus, jangan disambil mikirin gebetan yan nganter tadi’, kata Angga sambil mengelap dan kemudian mengebat luka bakar dikaki Dera itu dengan sapu tangannya yang sudah dikasihnya air es biar kakinya Dera dingin dan gak perih lagi.
‘Jangan kasar gitu dong masih sakit lukanya’, kata Dera meringis.
‘Gue ini bukan gebetan atau pacar lo, gak bisa lembut-lembut kayak cowok cari perhatian. Kalo mau yang lebih perhatian minta sama gebetan lo tadi’, kata Angga cuek.
‘Pantes aja gak pernah dapet pacar, cewek gak suka kalo sikap kamu kayak gitu’, kata Dera pedas.
‘Biar, toh gue gak ganjen-ganjen amat buat cepat dapat pacar’, kata Angga menyudahi pekerjaannya.
Kemudian bergantian Ine yang mengobati Dera dengan obat-obatan yang dia bawa. Selesai mengobati Dera, Ine dan Nino membantu Dera berdiri dan berjalan, kemudian mendudukkannya disebuah sofa yang ada diteras belakang rumah Ine.
‘Aku gak apa-apa kok, ayo kita lanjutin lagi tugas kelompoknya’, kata Dera ke Ine.
‘Duh jangan deh, nanti ketumpahan lagi makin parah keadaan lo’, kata Ine.
‘Gak bakalan lagi deh, aku akan hati-hati kali ini’, kata Dera sambil meringis.
‘Udah deh lo jangan sok kuat gitu, nanti kalo lo lukanya nambah parah nanti gue bakalan pusing ditanyain yang macem-macem sama mama lo itu’, kata Angga ketus sambil melilin kain batik tadi untuk melanjutkan tugas Dera.
‘Iya De, lo istirahat aja Angga benar’, kata Nino membenarkan.
‘Biarin, Angga yang gantiin tugas lo’, tambah Ine.
Dera hanya bisa diam saja sambil mengangguk pelan karena berpikir yang teman-temannya bilang itu benar adanya.
****
‘Jadi apa yang bisa aku kasih komentar dari cerita kamu tadi Putri Sulung ?? kalau kamu mau minta tips obat luka bakar yang bagus ke aku baiknya jangan deh, karena pengetahuan aku soal obat-obatan itu lemah. Paling obat yang aku tahu itu mentok-mentoknya cuman sebatas entrostop aja’, kata Putra Kumbang.
‘Hahaha enggaklah, aku mau minta pendapat kamu tentang Angga. Aku enggak tahu tentang dia, padahal kami sudah berteman bahkan sejak kecil malah. Tapi akhir-akhir ini sikapnya sulit dimengerti, sering angin-anginan. Kadang dia baik banget, kadang jahat banget, kasar, dan mulutnya itu pedas banget bikin sakit hati. Dan kadang alasan dia buak kayak gitu aku juga gak tau kenapa tau-tau dia marah aja terus’, kata Putri sulung alias Dera.
‘Oke baik, kalau begitu. Aku punya pertanyaan buat kamu. Apa kamu benci dia ??’, kata Putra Kumbang.
‘Enggak soalnya gak ada alasan aku buat benci dia’, kata Dera lagi.
‘Kalau dia yang suka marah kekamu terus nyakitin kamu dengan kata-kata ketusnya itu, semua itu aku rasa udah cukup kok buat jadi alasan buat kamu benci dia’, kata Putra Kumbang.
‘Tetap gak bisa, walaupun seburuk apapun sikap dia ke aku tapi tetap tidak bisa aku buat benci dia’, kata Dera.
‘Kamu cinta sama dia ??’, tanya Putra Kumbang.
‘Cinta ??’, tanya Dera heran.
‘Iya cinta, kamu cinta dia atau tidak ?? kalau kamu cinta kasih tahu aku supaya aku bisa kasih kamu jalan keluar’, kata Putra Kumbang.
‘Iya aku suka dia, makanya aku gak bisa buat benci dia. Tapi dia malah gak ngerasa seperti itu, dengan selalu jahatin aku’, kata Dera.
‘Oke baiklah, jawabnya dia mungkin berbuat seperti itu adalah karena dia juga cinta kamu. Dia bertingkah suka marahin dan bicara yang ketus seperti itu karena dia juga bingung mau seperti apa buat ungkapin cinta itu kekamu. Ditambah lagi kamu beberapa kali didekati oleh orang lain, jadinya dia cemburu. Jadi gak usah berbuat apa-apa kalau dia juga cinta kamu dia akan ungkapin kekamu cintanya dan tugas kamu buat bersabar menunggu dia siap dan berani. Karena seberaninya laki-laki dia butuh waktu untuk mengumpulkan seluruh keberaniannya saat dia ingin menyatakan perasaannya kepada wanitanya’, kata Putra Kumbang.
‘Tapi kalau dia gak pernah ungkapin perasaannya, harus selama apa aku harus nungguin dia ??’, kata Dera bingung.
‘Tenang, laki-laki terkadang kuat menyimpan kebohongan dihatinya sepanjang hayatnya tapi tidak ada lelaki yang kuat untuk menyimpan rasa cintanya kepada wanitanya tanpa mengungkapkannya sepanjang hayatnya’, kata Putra Kumbang.
‘Baiklah kalau begitu aku akan coba menunggu seperti kata kamu Putra Kumbang. Terima kasih karena udah dengarin curhat aku’, kata Dera.
‘Iya sama-sama tapi gak apa-apa nih kalau kamu curhat dengan nyebut nama dia langsung disiaran yang lagi On air gini ?? hahaha’, tanya Putra Kumbang.
‘Gak apa-apa kok, soalnya dia gak suka dengarin radio. Dia tiap malam minggu kayak gini suka pergi keluar’, kata Dera.
‘Oh baiklah kalau begitu, lagian kalo dia dengar juga lebih baik hehehe,, oke sebagai hadia buat kamu yang udah membuka malam minggu ini dengan kisah kamu itu aku akan kasih kamu sebuah lagu dari JIKUSTIK... Rencana Besar.... Oh ya kuharap kamu gak cepat-cepat tidur malam ini’, kata Putra Kumbang.
‘Kenapa ??’, tanya Dera belum menutup teleponnya.
‘Karena ini malam Minggu malam yang panjang hahahaha’, kata Putra kumbang lagi.
Telepon pun terputus, suara Putra Kumbang diradio 173.45 FM perlahan terhapus sedikit demi-sedikit oleh intro lagu Rencana Besar dari Jikustik.
****
Malam itu malam minggu, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi mata Dera belum bisa terpejam karena rasa nyeri dan berdenyut yang ada dikakinya. Seperti yang diketahui sebelumnya kalau kaki Dera mengalami luka bakar akibat tersiram lilin panas saat melilin kain batik ketika membuat motif dan sekarang melepuh, belum sembuh.
‘TAKK !!!’, bunyi sesuatu yang keras berdetak mengenai kaca jendela kamarnya yang berada dilantai dua.
Awalnya dia hanya merasa kalau itu suara angin, tapi kemudian beberapa kali terulang lagi dan memang lampu kamarnya yang menghadap jalan itu belum dia matikan sebagai tanda kalau dia belum tidur, dan itu terlihat dari luar melalui halaman samping rumah Angga yang kebetulan berseberangan dengan rumahnya.
Kemudian karena penasaran Dera mengintip lewat balik gordyn jendela kamarnya, tampak diluar sana berdiri Angga menghadap kearah jendela kamar Dera. Karena tahu yang melakukan hal itu adalah Angga maka Derapun membuka jendelanya.
‘Turunlah dulu, aku mau bicara penting, kutunggu diteras rumah kamu’, kata Angga setengah teriak menahan suaranya agar tidak membuat berisik dan membangunkan orang-orang yang rata-rata sudah tidur.
‘Mau ngomong apa ?? ini udah malem, besok aja’, kata Dera yng sama menahan suaranya agar tidak berteriak kencang.
‘Gak bisa, harus malam ini. Kalo besok udah lain cerita’, kata Angga.
‘Emangnya kenapa ??’, tanya Dera lagi.
‘Udah nanti aja gue jelasin, yang penting gue tunggu diteras rumah lo. Kalo lo gak datang gak jadi semuanya’, kata Angga.
‘Oke tunggu gue disana, gue turung sebentar lagi’, kata Dera kemudian menutup jendela dan gordyn kamarnya dengan rapat kembali.
Sementara itu Angga langsung masuk kepintu kecil yang ada dipagar yang membatasi rumah mereka berdua, sesampai dihalaman rumah Dera dia langsung menuju teras rumah. Dan menunggu Dera keluar dari rumah. Beberapa saat lampu ruang tengah terlihat menyala, tanda kalau Dera sudah ada dikisaran ruang tengah rumahnya sebentar lagi akan keluar. Dan benar saja beberapa saat kemudian dia membuka pintu berdaun dua itu.
‘Lama banget sih turun dari kamar doang’, kata Angga.
‘Yeee, kalo lagi normal bisa cepat. Ini jalannya harus jinjit jinjit’, kata Dera sambil menjulurkan kakinya seolah memperlihatkan bagian yang luka untuk sekedar mengingatkan Angga keadaan dirinya.
‘Oh ya maaf maaf deh non’, kata Angga memanggil Dera dengan panggilan manja mereka berdua sejak dari kecil.
‘Ada apaan sih malam-malam gini nyuruh anak gadis orang keluar ??’, kada Dera lagi.
‘Gue mau ngomong sama lo’, kata Angga.
‘Lah ini kita lagi ngomong kan ?? bukan lagi makan’, kata Dera lagi.
‘Eh iya maaf, dah’, kata Angga lagi.
‘Ih kamu, maaf-maaf melulu kayak besok lebaran aja’
‘Gue mau ngomong kalo,,,’, kata Angga ragu.
‘Kalo apa ??’, Dera bingung.
‘Kaloguesukaamaelodanguemauelojadipacargue’, kata Angga cepat tanpa ada jeda tanpa ada titik koma tanpa ada spasi.
‘ahhhh’, Angga bergimik seperti seseorang yang lagi kepahitan.
‘Hahahahhaahhaha, kamu serius ?? jadi ceritanya nembak ni ??’, kata Dera.
‘Yee lo ketawa, ini gue udah susah ngumpulin keberanian buat nembak elo tahu’, kata Angga lagi.
‘Terus ada apa nih tumben-tumbenan malam gini kepikiran nembak aku ?? kesambet setan mana sih ?? emang tadi mainnya dikuburan mana ??’, kata Dera antara ngeledek, gak percaya, dan salah tingkah jadi satu.
‘Yeee, gue gak butuh diledek gini gue butuhnya jawaban dari elo. Maafin kalo selama ini suka kasar sama elo, itu semua karena gue udah lama suka sama elo dan gue gak tau gimana cara ungkapinnya gue terlalu malu dan ja’im buat ungkapin itu semua, tapi semakin gue mencoba untuk memendamnya semakin gue ngerasa gak kuat. Belum lagi mereka yang selalu deketin lo bikin gue cemburu buta walaupun gue sadar kalau gue gak berha buat cemburu. Tapi semua itu adalah karena gue gak mau kehilangan lo. Dan sekarang gue ngerasa gue udah gak tahan buat memendam semua itu’, kata Angga.
‘Ohh gitu, I see I see’, kata Dera terlihat mau ngerjain Angga dalam arti baik.
‘Terus ??’, tanya Angga.
‘Terus apanya ??’, kata Dera.
‘Terus jawabn lo apa sih nyet ??’, kata Angga kontan karena emang kebiasaan dia seperti itu sejak dulu ke Dera.
‘Idihh mau minta jawaban kok kayak gitu, gak ada-ada romantis-romantisnya. Romantisan dikit kek’, kata Dera sambil senyam-senyum malu.
‘Haa ?? okedeh habis-habis deh harga diri gue didepan lo nyet, kalo enggak benaran sayang gue sama lo udah gue angkat ketengah jalan deh. Untung udah malam gini’, kata Angga sambil berlutut dihadapan Dera dan mengambil bunga yang menjadi hiasan meja teras Dera.
‘Dera Larasati, maukah kamu menjadi pacarku ?? aku cinta kau sungguh’, kata Angga berlutut sambil mengajukan bunga hiasan yang masih ada potnya kehadapan Dera seperti orang-orang dalam film alay romantis di tivi-tivi.
Melihat itu Dera hanya senyam senyum sendiri, entah karena geli melihat semua kelucuan ini, sebab Angga terlihat kaku melakukan semua adegan itu, atau dia senyam-senyum karena merasa tersanjung dengan perlakuan Angga. Siapa yang tau.
Perlahan Dera menunduk dan mengarahkan mulutnya kearah telinga kanan Angga seperti orang ingin berbisik.
‘Iya aku mau Anggadirja Kusuma, tapi besok belikan aku bunga sebagai ganti bunga ini. Nembak cewek kok gak pakai persiapan’, bisik Dera sambil tangannya mengambil bunga hiasan itu.
Mendengar jawaban itu Angga ingin berteriak tapi langsung dibekap mulutnya oleh Dera karena akan membangunkan orang-orang yang sudah tidur, Angga seperti orang salah tingkah karena rasa senangnya itu.
‘Sekarang aku gantian nanya’, kata Dera.
‘Apa sayang ??’, kata Angga yang menyebut kata –sayang- itu agak terdengar aneh dan berlogat kaku.
‘Kenapa kamu mendadak seperti ini ??’, tanya Dera.
‘Karena aku merasa kalau tidak malam ini maka aku tidak punya kesempatan lagi dilain waktu’, kata Angga sambil tersenyum.
Tapi dalam hatinya berbisik.
‘Ini semua karena curhat kamu kayak orang begok diacaraku tadi, awalnya aku memang suka sama kamu dan sering cemburu kekamu. Tapi aku gak berani ungkapin semuanya, karena takut kamu bakalan nolak aku soalnya kita ini sudah teman dan dekat sejak kecil. Tapi karena dengar cerita kamu ke aku tadi diradio, membuat keberanian aku timbul. Kalau kamu gak curhat ke aku malam ini difrekuensi 173.45 FM, mungkin entah sampai kapan aku bakalan memendam rasa ini kekamu tanpa berani mengungkapkannya’, bisik Angga dalam hati.
Ternyata yang menjadi Putra Kumbang itu adalah Angga itu sendiri. Tanpa disadari Dera, sebenarnya dia sendiri yang sudah jujur dengan Angga  dan memberikan keberanian Angga untuk mengungkapkan perasaannya. Memang benar perempuan memberi dan kemudian menunggu, sedangkan laki-laki menerima dan datang dan meminta.
‘Benarkah ??’, tanya Dera sedikit merasa curiga ini ada hubungannya dengan curhat dia di 174.35 FM, dia berpikir kalau Angga mendengar curhatnya itu. Tapi apapun itu cinta mereka bersemu di udara lewat frekuensi 173.45 FM.
‘Iya, ditambah sedikit feeling laki-laki’, kata Angga sambil tersenyum.

‘Maaf mungkin aku akan jujur tentang semua ini, tapi tidak sekarang mungkin lain kali. Karena aku tidak mau merusak kebahagian malam ini, ini malam minggu terbaik yang pernah aku rasakan’, Kata Angga dalam hati.

Minggu, 16 Agustus 2015

Sudah Lama Sekali Waktu Berlalu


Sudah lama sekali waktu berlalu.
Sudah lama waktu berjalan ternyata, sudah lama sekali. Padahal aku merasa baru kemarin aku melihat dia dipelupuk mata, baru kemarin dia berlalu didepan mataku dengan pakaian putih abu-abunya yang lengkap, padahal baru kemarin aku merasakan angin yang berhembus saat dia berlalu dihadapanku.

Masih terasa jelas daun-daun nangka kering yang kusapu dipagi hari berterbangan disapu angin kedatangannya. Masih teringat jelas olehku, tatapan kosong itu, tatapan yang seolah-olah membuang muka. Entah karena malu, atau memang ada seorang yang lain yang dia pikirkan saat itu.

Oh, pipi merah merona itu.
Ingin sekali aku mencubitnya, dan tak ingin melepasnya. Bibir yang merah merona itu, yang merahnya bukan karena sesuatu yang dia pakai melainkan alami dari apa yang Tuhan anugrahkan kepadanya.
Aduhai, indah sekali kataku dalam hati sambil tak hentinya berdecak kagum Tuhan.
Dia adalah semua perwujudan dari kata sempurna yang ada didunia ini yang telah kau satukan dan kau masukkan kedalam tubuh yang jelita itu.
Sudah lama sekali waktu berlalu.

Masih kuingat.
Dia yang dulu selalu memperlihatkan rambut indahnya, sekarang berganti menutupnya dengan balutan kain yang dia desain seindah dan serapi mungkin agar terlihat menarik untuk dipandang. Tapi bagiku sama saja, dia tetap yang terindah tanpa ataupun harus memakai balutan hijab itu.
Masih kuingat rambutnya dikala itu.
Terkadang kulihat dia berambut keriting bergelobang, yang terlihat kuning jika disinari oleh sinar matahari pagi tapi terlihat hitam pekat jika kita dekati dan perhatikan lebih dekat lagi. Terkadang kulihat rambutnya lurus sekali, dan hitam sangat menawan hati yang memang dari dahulu sudah lama dia tawan.

Aku tidak seperti mereka, orang-orang dekatnya yang selalu menyuruhnya untuk mulai berhijab dan memaksanya. Aku tidak seperti itu.
Aku sadar kalau dia tahu apa yang terbaik untuk dia dan apa yang sudah dan belum bisa dia lakukan. Aku sadar dia sudah dewasa, meskipun sesekali kulihat kelakuannya masih seperti anak-anak.

Pernah suatu hari kulihat dia merasa kejenuhan atas mereka yang selalu memaksanya untuk membalut rambut indahnya, tapi hatinya belum siap. Belum siap dengan tanggung jawab yang besar itu, dan aku tahu itu.

Saat itu aku ingin sekali menghiburnya.
Dengan mengatakan.
Ikuti hatimu, jangan kata-kata orang yang tidak mengenal dirimu seutuhnya.
Memang kutahu mereka temannya ingin yang terbaik untuknya, tapi itu menurut sudut pandang mereka bukan sudut pandangnya. Aku tahu dia merasa belum siap, belum siap dengan semua tanggung jawab yang akan dia ambil saat membalut mahkota hitamnya dengan helaian kain berwarna-warni itu. Maka dari itu aku tidak pernah mempersoalkan soal itu.
Kau tetap cantik dan tetap yang terbaik, kataku dalam hati sambil tersenyum.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Seingatku, baru tadi pagi aku bergegas bagun pagi sekali hanya untuk melihat dia. Seingatku,baru tadi pagi aku menunggunya diujung jalan itu untuk hanya sekedar menyapa paginya dengan sebuah senyuman. Seingatku, baru tadi pagi aku melawan dinginnya air yang membasahi tubuhku tapi aku tak merasa begitu.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Aku merasa baru siang tadi aku memacu sepeda motorku untuk mengejarnya, untuk mengiringinya sampai ditempat dia menimba ilmu. Aku merasa baru siang tadi aku memacu sepeda motorku agar bisa mengejarnya, agar aku bisa terus berjalan disampingnya dan beriringan sampai diujung jalan dia membelot masuk ketempat tujuannya.

Sudah lama sekali waktu berlalu.
Dia sekarang sudah pergi, jauh sekali. Tidak cukup waktu satu jam lamanya untukku bisa sampai ketempatnya. Tidak cukup hanya dengan memacu sepeda motorku agar bisa menuju ketempatnya.

Semua sudah berubah.
Yang tidak berubah hanya tentang aku yang masih merindukan dia.
Aku masih seperti dulu, masih aku yang selalu tersenyum jika suatu saat melihatnya lagi. Aku masih seperti dulu, masih aku yang berdetak keras jantungnya jika berdekatan dengannya. Aku masih seperti dulu, masih aku yang sulit mengatur nafas jika dia berasa didekatku. Aku masih seperti dulu, masih aku yang selalu berharap bisa bertemu dengannya.



Sudah lama sekali waktu berlalu.
Tapi masih saja bayangmu tidak pernah berlalu dihadapanku. Kau yang sekarang sudah entah dimana aku tak tahu, tapi bayang-bayangmu masih serasa mengikuti jejak langkahku.
Aku pernah berharap ingin menemuimu ditempat barumu.
Tapi maafkan aku, aku juga punya mimpi yang sama denganmu ditempat yang berbeda. Aku akan pergi ketempat baruku, sebuah dunia baru yang katanya hanya dihuni oleh orang-orang yang bermimpi besar sama sepertimu. Aku akan menemukan satu bagian hidupku, aku akan menemukan satu kedamaianku disana.

Aku punya mimpi tentangmu tapi ditempat yang berbeda denganmu aku juga punya mimpi yang lain.
Tapi kuharap kita tidak terlahirkan untuk takdir yang berbeda.

Ini hanya sebuah peruntungan nasib.
Jika kau adalah apa yang aku yakini selama ini, maka aku rasa kita akan bertemu ditempat dan waktu yang tidak akan pernah kita sangkakan.
Sudah habis giliranku mengejarmu, sekarang aku akan mengejar hal yang lain.




-Dari Aku Yang Berharap Padamu-

Kamis, 13 Agustus 2015

Bertiga


Bertiga.
Kita awalnya bertiga dan akan selamanya akan selalu bertiga. 
Meski ada beberapa orang baru yang datang diantara kita, kita akan selalu bertiga. 
Aku, kau, dan dia, kita selalu bertiga.

Bertiga.
Kita telah lama bertiga dan akan selamanya bertiga. 
Meski apapun yang terjadi,kita adalah bertiga. 
Meski ada dia yang dari luar datang diantara kita, tapi kita tetap bertiga.
Aku akan berjanji bahwa kita akan selalu bertiga.

Bertiga.
Apa yang aku makan itu jugalah yang akan kalian makan nantinya. 
Aku janji, dan takkan pernah kuingkari. 
Meski sudah banyak janji yang belum kupenuhi, meski banyak tempat kuberjanji tapi pada akhirnya aku tak bisa jalani, tapi hanya pada kalianlah aku akan bersumpah dalam janjiku. 
Bahwa aku mencintai kalian.

Bertiga.
Kita selalu bertiga, tidak ada yang pernah bisa memisahkan kita. 
Air mataku adalah air mata yang menangis karena lirih saat teringat belum mampu memberikan yang terbaik untuk kalian.

Bertiga.
Kalianlah alasanku untuk tetap hidup, kalianlah alasanku untuk tetap bangkit. 
Meski tidak kalian tahu kalau hati ini sudah menyerah pada hidup, bahwa raga ini telah letih dengan kemalangan, bahwa pikiran ini sudah tidak bisa lagi berpikir sehat. 
Tapi bayangan kalian dipelupuk matalah yang membuat tubuh ini bergerak keluar dari batas kemampuannya.


Bertiga.
Sudah banyak yang kita lalui bertiga, tapi kita tidak pernah menyerah mengahadapinya.
Kita adalah sebuah team yang solid, meski terkadang perpecahan sering terjadi.
Kita adalah keluarga, karena kalianlah yang kupunya didunia ini dan kurasa kalian juga merasa begitu

Bertiga.           
Kita berawal, bersama, dan akan selamanya bertiga.