Ini
adalah sebuah cerita dari gue, seorang rakyat yang sadar diri. Sadar diri akan
apa yang gue miliki dan apa yang mereka miliki.
Ini
tahun 2015, sudah lima tahun sejak pilkada serentak di Indonesia tahun 2010 silam.
Itu artinya sudah saatnya daerah-daerah untuk memilih lagi dan menentukan siapa
yang akan memimpin mereka dalam satu periode lima tahun kedepan.
Selasa,
28 Juli 2015.
Adalah
hari terakhir pendaftaran calon pemimpin-pemimpin untuk masa lima tahun kedepan.
Perlahan tapi pasti perang urat syarafpun dimulai, dalam tensi yang semakin
menanjak seperti layaknya speed kendaraan yang di gas dengan perlahan.
Black
campaign dan False Flag Operation mulai beredar.
Isu-isu,
kabar-kabar, dan berita-berita yang entah mungkin benar atau tidak, fakta atau
gosip mulai bermunculan untuk melemah kan atau mungkin menguatkan sang pelempar
isu atau yang diisukan. Banyak yang merasa difitnah oleh orang lain atau
mungkin dia sendiri yang memfitnah diri sendiri agar terlihat menyedihkan dan
mendapat simpati dari rakyat.
Disinilah
kecerdasan rakyat yang memilih diuji. Apakah mereka akan memulai pembodohan
terhadap mereka saat mereka (masih) sedang berkuasa atau saat mereka
kekuasaannya dirampas oleh para pembohong tadi.
Terus
terang sejak memiliki hak pilih sejak 6 tahun yang lalu, gue tidak begitu
benar-benar menggunakan hak pilih dengan sebenar-benarnya. Mulai dari pemilihan
anggota legislatif, kepala daerah tingkat II, kepala daerah tingkat I, dan
sampai pemilihan presidenpun gue tetap gak menggunakan hak pili gue dengan baik
dan benar.
Gue
cuman datang ke TPS bawa pena, ambil kertas suara, masuk kebilik suara, liatin
semua gambar calon, merenung (mikirin mantan), terus keluar bilik, masukin
kertas suara kekotak suara, dan terakhir celupkan kelingking ketinta kemudian
pulang dan selfie sambil tunjukin jari kelingking yang udah kecelup tinta kayak
anak-anak alay (ini gue lakuin biar gue gak terasingkan dari pergaulan dan
dibully, karena mayoritas lingkungan gue itu anak alay #Perih).
Gue
gak pernah memilih, mencoblos, ataupun mencontreng siapapun, karena gue
termasuk golongan putih (Golput) #Bangga.
Berarti
lo gak cinta dengan daerah dan negara ini, karena lo gak ikut andil dalam
menentukan masa depannya selama lima tahun kedepan ??
Bukan,
lo salah kalo nilai begitu ke gue. Ini semua bukan karena gue gak cinta sama
negera dan daerah gue, tapi gue gak mau ikut-ikutan merusak bangsa dan daerah
gue ini dengan ikutan memilih mereka yang salah. Tapi yah, show must go on. Mau
ada ataupun tanpa gue, mereka yang kepilih tetaplah dilantik dan melenggang
maju, karena negara ini adalah negara yang demokratis (katanya) tidak mengikuti
suara terkecil tapi menghargai seberapa kecil suara yang ada.
Gue
adalah orang yang gak akan protes kalau dinegara ini banyak korupto, gue gak
bakalan protes kalau pemimpin yang terpilih ternyata ingkar janji, gue gak
bakalan protes kalau misalnya pejabat itu kaya, pegawai itu kaya. Gue gak
secengeng itu jadi rakyat.
Gue
ini rakyat yang sadar diri.
Gue
gak bakalan marah dengan para koruptor yang tertangkap, gue gak bakalan benci
sama mereka. Ini bukan berarti gue setuju dengan mereka, tapi lebih karena gue
ini sadar diri. Karena apa gue sadar diri ??
Yang
pertama gue ngerasa itu hak mereka buat korupsi, karena mereka bisa dan unya
kesempatan buat korupsi. Kita ini yang teriak-teriak menghujat mereka yang
korupsi itu menurut gue adalah orang yang iri karena kita gak punya kesempatan
buat itu, toh kalo kita punya kesempatan juga bakalan ALLAHUALAM BISAWAB. Ambil
contoh terkecilnya saja kita coba, seorang pencuri itu gak bakalan masuk dan
mencuri kerumah kita kalau kita ini tidak lengah, ceroboh, tidak lupa mengunci
pintu, dan tidak bodoh untuk menjaga harta kita serta percaya kepada orang
lain. Begitulah dengan korupsi, akui saja kita semua ini bodoh, kalau kita
tidak bodoh kita tidak akan pernah mempercayakan harta kita pada parah pencuri
itu tadi (koruptor).
Kenapa
gue bilang kita bodoh ??
Coba
kalian pikir orang bodoh mana yang dengan suka rela dan percaya begitu saja menyerahkan
kunci ruangan mereka yang berisi uang dan harta yang berlimpah (negara ini)
kepada mereka yang tidak kita kenal atau meski kita kenal dia itu pencuri
(koruptor) tapi tetap percaya, orang bodoh mana ?? jawabnya adalah orang gila
yang bodoh. Sebab butuh keahlian yang super duper bodoh untuk melakukan hal
itu.
Kita
sudah tahu kalau dia koruptor dia itu ternyata sudah tidak baik lagi hatinya
pikirannya dan semua yang ada didalam dirinya, tapi ternyata tetap saja masih
kita percaya untuk menjaga negara ini (harta kita). Dan saat kita telah
kecurian maka kita akan menyumpah serapah merekah, gue bilang, ‘Itu salah
kalian !!’. Kalau kita tidak bodoh maka semua itu tidak akan terjadi.
Memang
orang yang pintar dinegara ini sangat sedikit dibandingkan orang yang bodoh,
jadi mau sekeras apapun orang pintar menahannya tetap kalah suara dinegara yang
demokratis ini.
Yang
kedua gue gak bakalan protes kalau pejabat dan pegawai negeri yang nakal (dalam
tanda kutip) itu kaya-kaya. Karena gue sadar diri, mereka juga sudah memiliki
modal yang lebih untuk dikeluarkan dibandingkan kita yang bodoh dan miskin ini.
Kenapa
gue bilang begitu ??
Coba
kalian lihat rahasia umum saat ini, dimana orang yang ingin menjadi pejabat dan
menjadi pegawai harus rela-rela menjual tanah kebun, warisan leluhur mereka, dan
uang ratusan juta untuk bisa mendapatkan posisi kita. Sedangkan kita apa ??
kita hanya berkata.
‘Ketimbang
gue ngeluarin uang yang banyak buat nyogok dan menyuap medingan uang itu gue
jadiin modal buka usaha atau beli kebun yang luas’
Subhanallah,
mulia sekali pikiran kita. Sungguh bersih sekali hati kita.
Tapi
kita lupa apa yang kita bilang tadi yang ‘kalau ada uang buat nyogok gue lebih
baik buat yang lain’. Itu secara tidak langsung adalah do’a kita ke Tuhan kita
masing-masing jika diberi rejeki oleh Nya.
Jadi
jangan pernah menghujat para pejabat yang korupsi atau pegawai yang nakal dan
mereka kemudian kaya, karena mungkin do’a mereka yang (mungkin) ‘Jika aku lulus
jadi pejabat atau pegawai, maka aku akan korupsi untuk mengembalikan modal yang
telah aku keluarkan dan memperkaya diri sendiri’- itu sudah dijamah oleh Tuhan.
Do’a kita semua dijamah oleh Tuhan (mungkin), walaupun do’a kita berbeda,
karena Tuhan maha tidak pernah membedakan umatnya.
Jadi
jika kalian menghujat mereka yang korupsi karena sudah mendapat jabatan (yang
didapat karena suap) maka itu sama dengan kalian menghujat rizki Tuhan yang
Tuhan berikan karena mereka rajin berdo’a. Rizki orang ada jalannya
masing-masing.
Kita
itu hanya iri kalo gue rasa, sebab gue ngerasa mereka yang menghujat dan mereka
yang dihujat belum tentu akan berbeda pikiran ketika dihadapkan dengan hal yang
sama.
Jadi
itulah kenapa gue gak bakalan protes dengan apa yang terjadi sekarang ini
dinegeri ini. Karena menurut gue teriak-teriak tidak setuju dengan apa yang
mereka (penjahat negara) itu tidak ada gunanya, hanya akan menghabiskan tenaga.
Seperti mahasiswa yang sering teriak-teriak demo kekantor-kantor.
Menurut
gue kalau kita mau merubah bangsa ini, kita baiknya diam saja tidak perlu berkoar-kora
ikut berdemo dan teriak-teriak buat bilang 'Say No To Korupsi', gak ada gunanya. Tapi dibalik diam kita itu kita simpan sebuah tekad dan dendam
kepada negeri ini untuk mengkudetanya dalam arti lain, kita kudeta negeri ini
dengan mengkudeta mereka yang jahat telah mencuri harta kita ini. Kita gantikan
mereka menjadi pejabat ditempat mereka saat ini suatu hari nanti dengan niat
dan sifat yang masih seperti sekarang ini yaitu ingin benar-benar tulus
membangun harta kita ini, tidak berubah berevolusi terjangkiti keinginan kotor
yang sama seperti yang para penjahat itu pikirkan saat ini kepada bangsa ini.
Karena
dengan hanya begitu kita bisa merubah negeri ini, hanya itu.
Tidak
dengan menggantungkan negeri ini pada orang lain yang tidak kita kenal, tidak
pula dengan berkoar-koar didepan gedung yang dijaga ketat oleh aparat keamanan.
Tapi
bisakah itu kita lakukan ??
Gue
rasa itu tidak, karena apa yang kalian pikirkan saat ini dan ideologi kalian
yang menggebu-gebu itu akan habis dan hilang tergerus waktu dan pikiran yang
merasa kalau itu tidak realistis.
Kehidupan
dunia nyata yang baru dirasakan ini akan mungkin mengubah kita.
Banyak
dari mereka yang gue temui telah berubah dari jalannya yang semula, yang
awalnya menggebu-gebu seakan dia lah yang benar dan merekalah yang salah dan
kitalah yang akan menciptakan perubahan ini.
Revolusi
tidak didapat dengan sekejap waktu, tidak cukup dengan orasi, butuh waktu
bertahun-tahun untuk itu. Amerika yang kuat dan besar itu tidak dibangun dengan
waktu semalam, butuh darah perjuangan dan tekad untuk sampai pada masa
sekarang.
Revolusi
yang mereka (para Orator muda) itu sering gebu-gebukan saat dahulu, tidak
muncul yang muncul hanya revolusi pada diri mereka sendiri. Tuntutan zaman
membuat mereka berevolusi dari diri mereka yang dulu, entah apa itu pengalaman
atau perkembangan pikiran tapi yang jelas itulah yang membuat gue ingin tertawa
setiap bertemu dengan pendemo dan para anak muda yang (sok) idealis memikirkan
kemajuan bangsa yang teriak-teriak menyumpahi para pencuri-pencuri itu. sebab
tidak banyak mereka yang berbuat seperti itu akan tertahan, sebab kemajuan
jaman dan tuntutan dunia menghabisi mereka yang tetap bertahan.
Sadar
dirilah kita ini, tidak perlu menyumpahi mereka karena masa depan siapa yang
tahu. Akal dan pikiran ini tidak bisa ditebak apa yang akan mempengaruhinya. Coba
renungi kenapa kita menyumpah pada mereka, apa karena kita tidak senang pada
mereka karena ideologi kita yang bertentangan dengan sikap mereka atau kita
hanya dengki melihat mereka bisa melakukan lebih banyak sedangkan kita hanya
menonton.
Memang
tidak ada yang bisa dirubah dari golput kalo menurut gue, tapi setidaknya itu
bisa melepaskan lo dari sifat munafik. Dari yang awalnya memuji-muji jadi
mencaci maki jika orang yang kita pilih atauh bahkan tidak kita pilih berbuat
salah.
Apa
yang mereka rugikan dari kita saat para pencuri itu mencuri uang negara,
sedangkan kita sendiri tidak punya andil memberi sumbangan kepada negara
(membayas pajak). Adalah aneh jika kita pribadi melihat seorang yang menangis
terisak isak melihat kotak amal dimasjid itu dicuri orang.
Karena
sebenarnya kita tidak akan pernah menangis terisak-isak jika kotak amal masjid
kemalingan karena tidak pernah sedikitpun uang kita ada didalam sana. Tapi kita
akan mengganas melebihi ganasnya sang pemilik masjid untuk menghukumi pelakunya
jika ada yang ketahuan mencuri kotak amal meskipun kita tak pernah memasukkan
uang kedalam kotak amal itu.
Kita
ini memang kuat dalam (ikut-ikutan) menghakimi seseorang yang berbuat slah seakan-akan
kita tidak pernah berbuat kesalahan dan berandil dalam kesalahan mereka yang
kita hakimi itu.
‘Kita
pantas menghakimi mereka, karena mereka telah mencederai hati kita yang
memilihnya dan mempercayainya’, katamu.
‘Tapi
itu semua karena kebodohan kalian yang telah memilih dia’,kataku.
Sebab
mereka tidak akan pernah berkesempatan untuk korupsi jika tidak terpilih.
Mereka tidak akan punya kesempatan untuk korupsi jika kalian tidak luluh dan
membuang serta menjual harga diri kalian hanya karena uang dan iming-iming
kalau mereka saudara kalian atau satu suku dengan kalian.
Mereka
yang serakah adalah mereka yang ingin apa yang mereka beri kepada kita akan
mereka dapat puluhan kali lipat dari kita, dan mereka yang bijaksana adalah
mereka yang tidak pernah mengangkat etnis, suku, dan agama tapi mengangkat
bangsa. #Logic
Sekian cerita dari saya, seorang rakyat yang peduli negeri ini tapi sadar diri.








0 komentar:
Posting Komentar