Kamis, 30 Juli 2015

Sebuah Cerita Dari Rakyat Yang Sadar Diri

Ini adalah sebuah cerita dari gue, seorang rakyat yang sadar diri. Sadar diri akan apa yang gue miliki dan apa yang mereka miliki.
Ini tahun 2015, sudah lima tahun sejak pilkada serentak di Indonesia tahun 2010 silam. Itu artinya sudah saatnya daerah-daerah untuk memilih lagi dan menentukan siapa yang akan memimpin mereka dalam satu periode lima tahun kedepan.

Selasa, 28 Juli 2015.
Adalah hari terakhir pendaftaran calon pemimpin-pemimpin untuk masa lima tahun kedepan. Perlahan tapi pasti perang urat syarafpun dimulai, dalam tensi yang semakin menanjak seperti layaknya speed kendaraan yang di gas dengan perlahan.
Black campaign dan False Flag Operation mulai beredar.

Isu-isu, kabar-kabar, dan berita-berita yang entah mungkin benar atau tidak, fakta atau gosip mulai bermunculan untuk melemah kan atau mungkin menguatkan sang pelempar isu atau yang diisukan. Banyak yang merasa difitnah oleh orang lain atau mungkin dia sendiri yang memfitnah diri sendiri agar terlihat menyedihkan dan mendapat simpati dari rakyat.
Disinilah kecerdasan rakyat yang memilih diuji. Apakah mereka akan memulai pembodohan terhadap mereka saat mereka (masih) sedang berkuasa atau saat mereka kekuasaannya dirampas oleh para pembohong tadi.
Terus terang sejak memiliki hak pilih sejak 6 tahun yang lalu, gue tidak begitu benar-benar menggunakan hak pilih dengan sebenar-benarnya. Mulai dari pemilihan anggota legislatif, kepala daerah tingkat II, kepala daerah tingkat I, dan sampai pemilihan presidenpun gue tetap gak menggunakan hak pili gue dengan baik dan benar.
Gue cuman datang ke TPS bawa pena, ambil kertas suara, masuk kebilik suara, liatin semua gambar calon, merenung (mikirin mantan), terus keluar bilik, masukin kertas suara kekotak suara, dan terakhir celupkan kelingking ketinta kemudian pulang dan selfie sambil tunjukin jari kelingking yang udah kecelup tinta kayak anak-anak alay (ini gue lakuin biar gue gak terasingkan dari pergaulan dan dibully, karena mayoritas lingkungan gue itu anak alay #Perih).

Gue gak pernah memilih, mencoblos, ataupun mencontreng siapapun, karena gue termasuk golongan putih (Golput) #Bangga.

Berarti lo gak cinta dengan daerah dan negara ini, karena lo gak ikut andil dalam menentukan masa depannya selama lima tahun kedepan ??
Bukan, lo salah kalo nilai begitu ke gue. Ini semua bukan karena gue gak cinta sama negera dan daerah gue, tapi gue gak mau ikut-ikutan merusak bangsa dan daerah gue ini dengan ikutan memilih mereka yang salah. Tapi yah, show must go on. Mau ada ataupun tanpa gue, mereka yang kepilih tetaplah dilantik dan melenggang maju, karena negara ini adalah negara yang demokratis (katanya) tidak mengikuti suara terkecil tapi menghargai seberapa kecil suara yang ada.
Gue adalah orang yang gak akan protes kalau dinegara ini banyak korupto, gue gak bakalan protes kalau pemimpin yang terpilih ternyata ingkar janji, gue gak bakalan protes kalau misalnya pejabat itu kaya, pegawai itu kaya. Gue gak secengeng itu jadi rakyat.
Gue ini rakyat yang sadar diri.
Gue gak bakalan marah dengan para koruptor yang tertangkap, gue gak bakalan benci sama mereka. Ini bukan berarti gue setuju dengan mereka, tapi lebih karena gue ini sadar diri. Karena apa gue sadar diri ??

Yang pertama gue ngerasa itu hak mereka buat korupsi, karena mereka bisa dan unya kesempatan buat korupsi. Kita ini yang teriak-teriak menghujat mereka yang korupsi itu menurut gue adalah orang yang iri karena kita gak punya kesempatan buat itu, toh kalo kita punya kesempatan juga bakalan ALLAHUALAM BISAWAB. Ambil contoh terkecilnya saja kita coba, seorang pencuri itu gak bakalan masuk dan mencuri kerumah kita kalau kita ini tidak lengah, ceroboh, tidak lupa mengunci pintu, dan tidak bodoh untuk menjaga harta kita serta percaya kepada orang lain. Begitulah dengan korupsi, akui saja kita semua ini bodoh, kalau kita tidak bodoh kita tidak akan pernah mempercayakan harta kita pada parah pencuri itu tadi (koruptor).
Kenapa gue bilang kita bodoh ??
Coba kalian pikir orang bodoh mana yang dengan suka rela dan percaya begitu saja menyerahkan kunci ruangan mereka yang berisi uang dan harta yang berlimpah (negara ini) kepada mereka yang tidak kita kenal atau meski kita kenal dia itu pencuri (koruptor) tapi tetap percaya, orang bodoh mana ?? jawabnya adalah orang gila yang bodoh. Sebab butuh keahlian yang super duper bodoh untuk melakukan hal itu.
Kita sudah tahu kalau dia koruptor dia itu ternyata sudah tidak baik lagi hatinya pikirannya dan semua yang ada didalam dirinya, tapi ternyata tetap saja masih kita percaya untuk menjaga negara ini (harta kita). Dan saat kita telah kecurian maka kita akan menyumpah serapah merekah, gue bilang, ‘Itu salah kalian !!’. Kalau kita tidak bodoh maka semua itu tidak akan terjadi.
Memang orang yang pintar dinegara ini sangat sedikit dibandingkan orang yang bodoh, jadi mau sekeras apapun orang pintar menahannya tetap kalah suara dinegara yang demokratis ini.
Yang kedua gue gak bakalan protes kalau pejabat dan pegawai negeri yang nakal (dalam tanda kutip) itu kaya-kaya. Karena gue sadar diri, mereka juga sudah memiliki modal yang lebih untuk dikeluarkan dibandingkan kita yang bodoh dan miskin ini.
Kenapa gue bilang begitu ??
Coba kalian lihat rahasia umum saat ini, dimana orang yang ingin menjadi pejabat dan menjadi pegawai harus rela-rela menjual tanah kebun, warisan leluhur mereka, dan uang ratusan juta untuk bisa mendapatkan posisi kita. Sedangkan kita apa ?? kita hanya berkata.
‘Ketimbang gue ngeluarin uang yang banyak buat nyogok dan menyuap medingan uang itu gue jadiin modal buka usaha atau beli kebun yang luas’
Subhanallah, mulia sekali pikiran kita. Sungguh bersih sekali hati kita.
Tapi kita lupa apa yang kita bilang tadi yang ‘kalau ada uang buat nyogok gue lebih baik buat yang lain’. Itu secara tidak langsung adalah do’a kita ke Tuhan kita masing-masing jika diberi rejeki oleh Nya.
Jadi jangan pernah menghujat para pejabat yang korupsi atau pegawai yang nakal dan mereka kemudian kaya, karena mungkin do’a mereka yang (mungkin) ‘Jika aku lulus jadi pejabat atau pegawai, maka aku akan korupsi untuk mengembalikan modal yang telah aku keluarkan dan memperkaya diri sendiri’- itu sudah dijamah oleh Tuhan. Do’a kita semua dijamah oleh Tuhan (mungkin), walaupun do’a kita berbeda, karena Tuhan maha tidak pernah membedakan umatnya.

Jadi jika kalian menghujat mereka yang korupsi karena sudah mendapat jabatan (yang didapat karena suap) maka itu sama dengan kalian menghujat rizki Tuhan yang Tuhan berikan karena mereka rajin berdo’a. Rizki orang ada jalannya masing-masing.
Kita itu hanya iri kalo gue rasa, sebab gue ngerasa mereka yang menghujat dan mereka yang dihujat belum tentu akan berbeda pikiran ketika dihadapkan dengan hal yang sama.
Jadi itulah kenapa gue gak bakalan protes dengan apa yang terjadi sekarang ini dinegeri ini. Karena menurut gue teriak-teriak tidak setuju dengan apa yang mereka (penjahat negara) itu tidak ada gunanya, hanya akan menghabiskan tenaga. Seperti mahasiswa yang sering teriak-teriak demo kekantor-kantor.

Menurut gue kalau kita mau merubah bangsa ini, kita baiknya diam saja tidak perlu berkoar-kora ikut berdemo dan teriak-teriak buat bilang 'Say No To Korupsi', gak ada gunanya. Tapi dibalik diam kita itu kita simpan sebuah tekad dan dendam kepada negeri ini untuk mengkudetanya dalam arti lain, kita kudeta negeri ini dengan mengkudeta mereka yang jahat telah mencuri harta kita ini. Kita gantikan mereka menjadi pejabat ditempat mereka saat ini suatu hari nanti dengan niat dan sifat yang masih seperti sekarang ini yaitu ingin benar-benar tulus membangun harta kita ini, tidak berubah berevolusi terjangkiti keinginan kotor yang sama seperti yang para penjahat itu pikirkan saat ini kepada bangsa ini.

Karena dengan hanya begitu kita bisa merubah negeri ini, hanya itu.
Tidak dengan menggantungkan negeri ini pada orang lain yang tidak kita kenal, tidak pula dengan berkoar-koar didepan gedung yang dijaga ketat oleh aparat keamanan.
Tapi bisakah itu kita lakukan ??
Gue rasa itu tidak, karena apa yang kalian pikirkan saat ini dan ideologi kalian yang menggebu-gebu itu akan habis dan hilang tergerus waktu dan pikiran yang merasa kalau itu tidak realistis.
Kehidupan dunia nyata yang baru dirasakan ini akan mungkin mengubah kita.
Banyak dari mereka yang gue temui telah berubah dari jalannya yang semula, yang awalnya menggebu-gebu seakan dia lah yang benar dan merekalah yang salah dan kitalah yang akan menciptakan perubahan ini.
Revolusi tidak didapat dengan sekejap waktu, tidak cukup dengan orasi, butuh waktu bertahun-tahun untuk itu. Amerika yang kuat dan besar itu tidak dibangun dengan waktu semalam, butuh darah perjuangan dan tekad untuk sampai pada masa sekarang.
Revolusi yang mereka (para Orator muda) itu sering gebu-gebukan saat dahulu, tidak muncul yang muncul hanya revolusi pada diri mereka sendiri. Tuntutan zaman membuat mereka berevolusi dari diri mereka yang dulu, entah apa itu pengalaman atau perkembangan pikiran tapi yang jelas itulah yang membuat gue ingin tertawa setiap bertemu dengan pendemo dan para anak muda yang (sok) idealis memikirkan kemajuan bangsa yang teriak-teriak menyumpahi para pencuri-pencuri itu. sebab tidak banyak mereka yang berbuat seperti itu akan tertahan, sebab kemajuan jaman dan tuntutan dunia menghabisi mereka yang tetap bertahan.
Sadar dirilah kita ini, tidak perlu menyumpahi mereka karena masa depan siapa yang tahu. Akal dan pikiran ini tidak bisa ditebak apa yang akan mempengaruhinya. Coba renungi kenapa kita menyumpah pada mereka, apa karena kita tidak senang pada mereka karena ideologi kita yang bertentangan dengan sikap mereka atau kita hanya dengki melihat mereka bisa melakukan lebih banyak sedangkan kita hanya menonton.
Memang tidak ada yang bisa dirubah dari golput kalo menurut gue, tapi setidaknya itu bisa melepaskan lo dari sifat munafik. Dari yang awalnya memuji-muji jadi mencaci maki jika orang yang kita pilih atauh bahkan tidak kita pilih berbuat salah.
Apa yang mereka rugikan dari kita saat para pencuri itu mencuri uang negara, sedangkan kita sendiri tidak punya andil memberi sumbangan kepada negara (membayas pajak). Adalah aneh jika kita pribadi melihat seorang yang menangis terisak isak melihat kotak amal dimasjid itu dicuri orang.
Karena sebenarnya kita tidak akan pernah menangis terisak-isak jika kotak amal masjid kemalingan karena tidak pernah sedikitpun uang kita ada didalam sana. Tapi kita akan mengganas melebihi ganasnya sang pemilik masjid untuk menghukumi pelakunya jika ada yang ketahuan mencuri kotak amal meskipun kita tak pernah memasukkan uang kedalam kotak amal itu.
Kita ini memang kuat dalam (ikut-ikutan) menghakimi seseorang yang berbuat slah seakan-akan kita tidak pernah berbuat kesalahan dan berandil dalam kesalahan mereka yang kita hakimi itu.
‘Kita pantas menghakimi mereka, karena mereka telah mencederai hati kita yang memilihnya dan mempercayainya’, katamu.
‘Tapi itu semua karena kebodohan kalian yang telah memilih dia’,kataku.
Sebab mereka tidak akan pernah berkesempatan untuk korupsi jika tidak terpilih. Mereka tidak akan punya kesempatan untuk korupsi jika kalian tidak luluh dan membuang serta menjual harga diri kalian hanya karena uang dan iming-iming kalau mereka saudara kalian atau satu suku dengan kalian.
Mereka yang serakah adalah mereka yang ingin apa yang mereka beri kepada kita akan mereka dapat puluhan kali lipat dari kita, dan mereka yang bijaksana adalah mereka yang tidak pernah mengangkat etnis, suku, dan agama tapi mengangkat bangsa. #Logic

Sekian cerita dari saya, seorang rakyat yang peduli negeri ini tapi sadar diri.



0 komentar:

Posting Komentar