Kamis, 23 Juli 2015

Serba-Serbi Cerita Ramadhan 1436 H

Hal yang paling gue benci dari lebaran dan sekaligus gue suka adalah acara kumpul-kumpul keluarga.
Pertama gue bakalan bahas tentang kenapa gue sukanya.
Yang gue suka dari kumpul-kumpul keluarga adalah gue bisa ketemu sama semua anggota keluarga gue, bahkan yang jarang ketemu dan jarang nongolpun semuanya lengkap.
Biasanya dulu sebelum nenek meninggal kita kumpulnya dirumah nenek didesa, jadi kenapa gue suka lebaran sama libur puasa, karena gue bisa liburan dan pulang kampung. Tapi itu dulu, itu cerita lama karena sekarang beliau sudah meninggal #Hiks. (Lah kok ceritanya jadi mewek gini ??)
Setelah nenek meninggal, tempat yang menjadi pusat silahturahmi dan open house berganti, berpindah kerumah Uwak (Kakak ibu yang nomer dua). Alasannya simpel, karena uwak adalah yang paling dituakan disini. Jadi hampir mirip seperti perpindahan pusat kerajaan Majapahit yang pindah ke Demak setelah Majapahit runtuh sepeninggal raja Hayam wuruk.
Hal kedua yang membuat gue suka sama kumpul-kumpul keluarga waktu lebaran adalah angpaonya. Meskipun sekarang gue udah umur kepala dua, tapi gue tetap dapat angpao. Karena filosofi dalam keluarga besar gue, setiap orang dikeluarga ini berhak mendapatkan angpao, kecuali: 1). Dia udah menikah, 2). Dia udah kerja mantap.
Dan karena gue tidak termasuk disalah satu atau kedua pengecualian tersebut maka gue masih berhak mendapatkan angpao meskipun udah kepala dua umur gue.
Itu semua adalah alasan kenapa gue sampai suka dengan acara kumpul-kumpul keluarga saat lebaran. Tapi diluar itu ada yang gue gak suka bahkan sangat gue benci dengan acara kumpul-kumpul keluar itu.
Karena semua yang berkumpul disana sebagian besar adalah orang-orang yang jarang ketemu bahkan terkadang gak pernah ketemu sama sekali kalau gak ada lebaran dan acara kumpul-kumpul ini, maka otomatis kita semua gak pernah tau kabar satu sama lain, kalaupun tau itu hanya sebatas gosip-gosip dan rumor saja sebab kami punya kesibukan masing-masing atau lebih tepatnya sibuk-sibuk sendiri.
Bahkan sekarang gue baru sadar, gue pikir ini acara kumpul-kumpul keluarga udah kayak acara termehek-mehek mencari keluarga yang hilang. Dimana kita dikumpulkan oleh sebuah momen kemudian saling maafan dan menangis. Tinggal dikasih backsound lagu ‘You Raise Me Up’ dari –Westlife- aja nih, jadi deh berasa kayak acara termehek-mehek.
Bahkan pembuka obrolannya pun terkesan canggung, menurut gue. Kayak mahasiswa baru yang ngajak kenalan teman barunya, dengan nanyain ‘Apa kabar ??’. Udah berasa kayak kita ketemu mantan ajan men, canggung banget. Bahkan pernah gue waktu itu saking canggungnya mau buka omongan sama keluarga, sampai buang air kecil berapa kali, kayak mau interview kerja aja. Came on men !! This is just a quality time with families, kamu bukan mau bilang ‘Will you marry me’ sama pacar, kata gue dalam hati.
Tapi gue yakin kalian semua berasa kayak gitu.
Pernah juga gue waktu itu lebaran beberapa tahun yang lalu ketemu sama beberapa keponakan gue dan sepupu gue yang tinggal diluar kota dan baru sekali ini pulang kampung. Gue berasa canggung banget sama dia dan bingun mau ngomongin apa, mana dia asyik sama HP dan Gadgetnya.
Gue jadi salah tingkah banget waktu itu, gue mencoba untuk mencari cara. Apa gue harus nawarin dia permen kacang kuaci kayak penjual CANGCIMEN yang sering teriak diterminal atau tawarin dia buat beli air mineral aja yak ?? pikir gue, tapi niat itu gue urungin karena gak terasa keren sama sekali.
Gue mencoba menyiapkan kata-kata agar bisa cepat akrab dengan dia, seperti.
‘Hey aku siapa ??’, lah ini kenapa gue yang nanya gue kedia ??
‘Hey, kamu Arfan ya ?? Aku Deas oom kamu, salam kenal’, kata gue dalam hati sambil mencoba-coba kalimat yang pas buat memulai percakapan.
Fak !! dalam hati gue, kok gue jijik banget dengarnya. Kayak om-om yang ngajakin anak muda kenalan gitu ‘Iuhhhh !!!’. Ganti-ganti, ganti yang lain. Ganti dengan kalimat yang lebih berbobot, yang lebih cerdas Deas, batin gue berkecamuk.
‘Hey broo, lo tau siapa yang menyelundupkan rudal ke Korea ??’ atau ‘Kamu tau berapa nilai P dan Q dari persamaan g(x) = px + q dan (g o g)(x) = 16x – 15 ??’
Ahhh itu apaan lagi ??
Pokoknya intinya kita gak tau apa yang mau kita omongin sama dia padahal dia itu keluarga kita, dan lebih mengenaskannya lagi dimedia sosial kita dan saudara kita itu ngobrolnya asyik banget kayak udah kenal lama banget. Bahkan ngobrolin A sampai Z pun nyambung, tapi begitu ketemuan saling diem. Itu udah kayak burung, yang kalau waktu latihan dia berkicau kicauannya nembak banget tapi begitu dibawa kekompetisi malah ‘balon’ gondokkan.
Rasannya itu kayak kalian ketemuan sama cewek di facebook atau twitter terus kalian saling dekat ngobrolin ini itu dan begitu kalian ketemuan kalian gak tau apa yang mau diomongin dan malah asyik sama gadget masing-masing.
Buat kalian yang pernah ngerasaain yang kayak gitu, kita layak toss sambil ngopi membahas hutang negara yang gak tau kapan habisnya.
Dan yang bikin gue kesel plus gondok kalau lagi kumpul-kumpul keluarga itu, ada keluarga dan gue yakin pasti ada salah satu anggota keluarga yang nanya kegue dengan memulai pertanyaan tersebut menggunakan kata ‘Kapan’. Seperti,
‘Kapan lulus ??’
‘Kapan kerja ??’
Dan ‘Kapan nikah ??’
Itu bikin gue enek banget, dan baru-baru ini gue ngerasa betapa jahatnya pertanyaan itu.
Kalau dulu waktu gue masih kecil, pertanyaan yang gue masih manusiawi. Masih sebatas.
‘Naik kelas enggak ??’
‘Dapet rangking berapa ??’
‘Masuk sekolah mana ??’
‘Lulus enggak ??’
‘Berapa NEM ??’
‘Berapa IP ??’
Tapi seiring bergulirnya waktu pertanyaan mereka semakin menjadi liar dan mengancam hidup.
Bahkan ada temen gue yang desperate banget karena ditanya ‘Kapan punya pacar ??’ sama keluarganya, hasilnya sekarang dia lebih sering ngobrol sama kucing ketimbang sama orang.
Jadi menurut gue, buat mereka yang suka nanya-nanya dengan kata ‘Kapan’ saat lagi kumpul-kumpul lebaran. Tolonglah jangan rubah suasana yang damai dan indah ini dengan suasana mencekam karena pertanyaan itu.
Karena kata ‘Kapan’ dalam sebuah kata tanya yang ditanyakan disaat kumpul keluarga itu cukup mampu memicu pecahnya perang dingin yang bisa melebihi perang dunia kedua. Bahkan gue rasa jangan-jangan dulu pemicu perang paregreg (perang saudara di kerajaan Majapahit) adalah karena salah satu dari mereka ada yang bertanya ‘Kapan kawin ??’ kepada salah satu anggota keluarganya yang masih jomblo saatu itu, sehingga pecah perang saudara yang mampu meruntuhkan kerajaan sebesar majapahit.
Ini kalau emang benar, kerajaan sebesar majapahit aja bisa runtuh men, apalagi keluarga kita yang sama followernya Raditya dika aja kalah jauh. Mungkin bisa berserakan dan jadi butiran debu deh keuarga, hanya dengan kata ‘Kapan kawin ??’ atau kapan kapan yang lainnya.
Dari pengalaman lebaran tahun ini, gue punya ide buat mengatasi masalah yang akan muncul jika keluarnya pertanyaan dengan kata kapan. Gue berniat bakalan bikin tarif yang sesuai buat mereka yang bertanya ke gue dengan kata ‘Kapan’, saat acara kumpul keluarga.
Jadi gue bakalan kasih tarif sebagai berikut.
1.      Pertanyaan: Kapan Kerja ??
Tarifnya 250 ribu,
Kalau mau dapat jawabannya jadi 1 juta.
2.      Pertanyaan: Kapan Bawa Calon ??
Tarifnya 500 ribu,
Kalau mau dijawab jadi 1.5 juta
3.      Pertanyaan: Kapan Nikah ??
Tarif 1 juta
Kalau mau dijawab adi 2 juta

Jadi dengan begitu maka selain gue dapat untung dan gue rasa itu cukup membayar rasa sakit hati gue karena ditanya-tanya hal yang belum kepikiran sama gue atau bahkan gue aja belum tau bisa jawabnya, gue bisa membuat mereka jera juga buat nanya dan berhati-hati buat jaga omongan. Karena omongan mereka itu membuat gue sakit banget.
Memang sih kelihatanya terkesan matre, tapi menurut gue cukup sebanding dengan sakit hati yang You tahulah yah sakitnya gimana kalau dijab sama pertanyaan yang kayak gitu-gitu,

Oke, itulah beberapa cerita yang gue rasain saat lebaran 1436 H ini. mudah-mudahan tahun depan gue bisa ketemu lagi dengan angka 1437 H dan sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menyakitkan itu.
Selamat Idul Fitri 1436 H. Mohon maaf lahir dan bathin.
Dari Deas belum berkeluarga.


0 komentar:

Posting Komentar