Kamis, 30 Juli 2015

Cinta Yang (Dulu) Terlewatkan

           Oh dia sudah berubah sekarang, dia berbeda sekali saat terakhir kali kami bertemu, dan dia benar-benar berbeda sekali dari terakhir aku pergi meninggalkan dia karena masih mengejar dia (yang lain). Dia sekarang lebih dari yang dahulu, dia sekarang lebih indah dari yang dahulu, dan dia sekarang membuka mata ini lebih jauh.
Kenapa aku tidak bisa menemukannya dahulu ??
Padahal dia ada didekatku sangat dekat dengan ku sedekat dahi ini dengan sajadah saat bersujud, sedekat hembusan pertama udara ketika bernafas, dan sedekat akar dengan tanah. Padahal dia ada disekitarku, disekelilingku,diantara langkah-langkahku. Padahal dia ada bersamaku, melihatku, tersenyum padaku.
Tapi aku tidak bisa merasakannya, melihatnya, dan mendengar suara detak jantungnya.
Apa yang terjadi padaku ??
Mata ku terlalu buta saat itu tidak bisa melihatnya, perasaanku tak peka sehingga tak mampu merasakan hadirnya disekitarku, telingaku terlalu tuli untuk mendengar detak jantungnya, derap langkah kakinya, dan hembusan nafasnya yang terdengar hangat ditelinga.
Aku terlalu sibuk mengejar mereka, mereka yang sejak awal sudah mengeluarkan aura palsu seperti aroma yang dikeluarkan sebatang tanaman kantong semar yang lebih memikat serangga dibandingkan aroma setangkai camelia yang berada tepat disampingku. Aku lebih memilih aroma palsu itu dan tidak menghiraukan dia yang telah aku lewatkan tanpa sengaja.
Dan hari ini dia datang.
Dia datang.
Datang kembali.
Dia kembali dengan membawa potongan terakhir mozaik dari ingatan-ingatanku yang hilang. Dia adalah potongan mozaik terakhir dari sekian banyak tanda-tanda Tuhan untuk menyindirku, kali ini. Dia adalah potongan zodiak terakhir yang membuatku tersenyum dan kemudian tertawa sekeras-kerasnya karena telah mengingatkanku pada sebuah perasaan lama yang mengawali pertemuan aku dan dia.

Sebuah perasaan yang membuatku merasa aku pernah mengenalnya, tapi aku tidak tahu dimana (padahal seingatku kita pertama kali bertemu).
Sekarang perasaan itu terlintas jelas didepan mata ini.
Masih jelas diingatan ini, aku dan dia bertemu. Aku melihat dia untuk pertama kali, tapi aku sudah merasa kalau aku mengenal dia sebelumnya, jauh sebelum aku dan dia bertemu, bahkan mungkin lebih jauh lagi dan lebih jauh lagi kebelakang (mungkin) dimasa dimana kita hidup sebelum ini. Dikehidupan sebelumnya.
Aku coba pejamkan mataku saat itu, untuk berharap agar aku bisa mengingat kapan dan dimana aku (pernah) bertemu dan melihatmu sebelumnya.
Tapi, DAMN !!!!!
Aku lupa, aku benar-benar lupa, aku tidak ingat dimana kita pernah bertemu sebelumnya tapi aku merasa kita pernah bertemu.
Aku masih belum menyerah saat itu untuk mencoba mem-brainstorming otakku dan ingatanku tentang hal yang aneh ini. Kuajak kau memainkan sebuah permainan. Papan berukuran 15 X 15 kotak itu kujadikan alasan untuk memperlama pertemuan (yang mungkin) pertama kali itu agar aku bisa mengingat-ingat tentang -de javu- ini.
Aku mencoba memperlambat waktu dengan mengulur-ulurnya saat itu, Tapi tetap saja hampir seratus buah biji pion berhuruf itu aku dan diaa turunkan bersama, aku tetap saja lupa siapa tentang perihal ini semua.
Mereka yang menonton permainan yang aku dan dia lakukan menarik nafas karena tontonan yang aku dan dia sajikan kepada mereka, tapi aku berbeda, aku menarik nafa panjang dan mengehelanya dengan satu helaan nafas bukan karena permainan ini tapi karena aku tetap saja tidak mampu mengingat dia dan kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya.
Buah terakhir ku telah kuturunkan, aku menang pertandingan pertama dengan dia. Tapi aku tetap merasa kalah dengan ingatanku, karena aku tidak bisa melihat dia. Saat itu aku sudah tidak ada lagi alasan untuk mengulur waktu berpikirku. Tapi aku masih banyak waktu untuk mengingatnya.
Times Flow.
Aku kembali dengan kegiatan awalku dan perlahan melewatkan dia.
Sampai pada akhirnya sekarang dia kembali lagi dengan membawa semua yang seharusnya sangat kubutuhkan saat pertama kali aku dan dia bertemu. Semua mozaik yang mengatakan kalau dia adalah sesuatu yang berbeda.
Tapi aku sudah malu untuk kembali kepadanya, karena sudah melangkahinya, sudah melewatkannya, dan telah menampikkannya pada saat itu.
Sekarang ini bukan masalah cinta dan rasa lagi.
Tapi lebih kepada masalah harga diri, rasa malu, dan penyesalan.
Sudah kuputuskan, aku tidak akan seperti seorang yang brengsek untuk kembali dan tertarik kepada keindahan yang selama ini telah kucampakkan dan kulalui, akan sangat malu diriku jika kembali kepadanya, kemana harga diri ini, berpantang bagiku untuk itu.
Kuputuskan untuk tetap terus berjalan dan tidak akan melihat kebelakang, ketempat dimana aku mengabaikannya. Karena ini persoalan harga diri dan etika dalam bercinta.
Aku kuat dan aku bisa kembali seperti dulu.
Mengabaikannya kembali, seperti saat aku melewatkan oase yang nyata ditengah gurun yang gersang dan lebih memilih fatamorgana yang setiap kukejar dengan sekuat tenaga tetap berada didepan mata ini tak pernah kucapai.
Maaf ini bukan karena aku munafik mengingkari perasaan ini dan dengan tinggi hati memilih harga diri yang (sebenarnya) hanya alasanku saja (kalian pasti tahu itu).
Bukan seperti itu, kalian salah paham. Akan kujelaskan.
Sebenarnya, ini adalah caraku untuk menghukum diriku yang telah berbuat salah kepada dia, yang telah mengabaikan dia. Ini adalah caraku agar bisa merasakan apa yang telah dia dan aku rasakan untuk membalas ego yang terdahulu.
Itu keputusanku.

Untuk kau yang (pernah) terlewatkan.

Dari aku yang (dulu) melewatkanmu.

0 komentar:

Posting Komentar