Oh,
hari ini aku mendapatkan akun facebooknya, senang sekali rasanya. Sebab sudah
empat tahu sejak pertama kali aku melihatnya, sudah empat tahun sejak aku
bertemu dengannya, empat tahun sejak aku mulai mengaguminya, empat tahun sejak
aku mulai jatuh hati padanya, dan dua tahun aku mencari-cari dirinya didunia
maya, baru hari ini aku mendapatkannya.
Memang
sudah mencari namanya difacebook, dia tidak memakai nama aslinya dinama akunnya
tapi lebih memilih nama belakang ayahnya untuk mengganti nama belakangnya. Itu
yang membuat aku kesulitan mendapatkan akunnya.
Kukirim
permintaan pertemanan dengan tangan yang memegang mouse sambil bergetar hebat
dan dengan hati yang berdetak yang berdetak kencang.
Aku
tidak sanggup rasanya, melihat foto profilnya yang kuperbesar agar aku bisa
melihat dengan wajah yang selalu kukagumi, yang selalu kulihat hanya sekilas
karena takut dan malu jika ketahuan sedang mencuri-curi lihat wajahnya, yang
wajahnya selalu kupandangi sejak dahulu hanya dari jauh.
Merah
pipinya sambil memperlihatkan senyum yang merekah, dengan memakai baju berwarna
coklat dan celana coklat yang selaras dengan kulitnya yang putih tapi terlihat
coklat karena warna merah darah yang membuktikan bening tubuhnya. Aku serasa
tidak bisa bertahan lebih lama. Jika tidak banyak orang disekitarku inginku
teriak bahagia sebahagianya sore itu.
Malam
ini aku akan tidur cukup larut malam tampaknya kalau dia menerima permintaan
temanku, karena aku berniat menjelajahi kehidupan mayanya.
Kucoba
untuk memulai pekerjaan (nakalku) dengan membuka beberapa buah foto diakunnya
yang tidak dia beri privasi, hal itu seperti setitik ruang kosong yang berisi
udara diantara genangan air yang mengisi hampir seluruh bagian sudut ruangan.
Oh,
aku tidak mampu melanjutkan ini semua.
Tapi
aku belum puas untuk mengakhirinya, ini seperti musim hujan disela-sela musim
kemaram yang sangat panjang.
Kenapa
dia belum menerima permintaan pertemanku ??
Apakah
karena aku terlalu asing baginya, sebab –teman yang sama- pada kami hanya
kurang dari sepuluh orang.
Sangat
hati-hati dia tampaknya terhadap orang asih. Tak apa, aku suka orang yang tidak
murahan menerima orang lain yang tidak diketahui dari mana asalnya yang
tiba-tiba datang kepadanya. Cukup sebuah potret kepribadian yang sangat setia
menurutku dan punya harga diri tinggi, tepat seperti yang aku harapkan dari dia
yang telah mencuri separuh hatiku.
Aku
tidak menyerah dan kehilangan akal. Karena aku akan terus maju padanya.
Ku
batalkan permintaan pertemanannya padanya, bukan karena ku kecewa. Tapi karena
aku punya suatu trik untuk mengakali agar aku bisa cepat berteman dengannya di
facebook. Lalu ku tambahkan mereka –para orang orang yang menjadi temannya
difacebook-, ada sekitar dua ratus akun yang kutambahkan. Tinggal menunggu
reaksinya saja.
Setengah
hari pertama lima puluh akun yang menjadi temannya menerima permintaan
pertemanan denganku, kemudian setengah hari berikutnya sekitar delapan puluh
akun lagi menerima permintaan pertemanan dariku. Setelah itu tidak ada lagi
yang menerima permintaan pertemananku, dan kurasa itu semua sudah cukup. Aku
akan mencoba peruntunganku yang kedua.
Untuk
kedua kalinya aku mengirim permintaan pertemananku pada dia, tapi dengan
keadaan yang cukup berbeda. Kali ini aku terlihat (paling tidak) tidak terlihat
asing olehnya didunia maya, dengan (berkedok) berteman dengan seratus akun
lebih yang juga berteman dengannya.
Kali
ini seperti dugaanku, tidak seperti kemarin. Permintaan pertemananku
diterimanya, sekarang resmi dia dan aku berteman walaupun sebenarnya dia tidak
kenal aku.
Malam
ini aku akan mulai niatku yang sempat tertunda
tadi, untuk menelusuri jejak-jejak yang dia tinggalkan didunia maya.
Tanganku
tidak berhenti menarik layar akunnya.
Dari
yang kudapat sampai saat ini adalah.
Dia
ternyata kelahiran April, satu tahun setelah aku lahir. Tanggalnyapun manis
sekali menurutku, seperti nomor punggung pemain sayap idolaku. Dia berodiak
Aries, dan entah kenapa aku selalu bermasalah dan terpesona dengan mereka yang
berodiak kambing gunung ini, zodiak ini selalu melemahkan hatiku. Ini Sungguh.
Sekarang
hampir semua yang informasi yang aku butuhkan untuk cukup mengenalinya sudah
kudapatkan. Pertama sewaktu aku bertemu dengannya aku tahu namanya, aku tidak
bertanya dengan siapa-siapa tentang namanya tapi aku tahu sendiri dengan
melihat –Name tag- nya yang tertempel dipakaian sekolahnya. Cukup susah bagiku
saat itu untuk melihat dengan jelas namanya karena aku harus berhadapan dengan
kecepatan motor yang melaju dengan kecepatan 40 km/jam, cukup ekstrim memang
untuk mata melihat tulisan kecil dari jarak tiga meter dan kecepatan lari
seperti itu.
Setelah
itu aku, mendapatkan dimana dia bersekolah. Sebuah sekolah yang kutolak
mentah-mentah ajakan bergabung disana dari temanku, dan sekarang aku menyesal
jika teringat karena tidak memilih SMA itu.
Yang
terakhir, yang ingin kulihat adalah statusnya.
Oh
ternyata dia sudah punya tambatan hati.
Patah
rasanya pucuk hati yang sebenarnya perlahan ingin tumbuh ini saat melihat dia
sudah punya pacar. Tapi aku tetap optimis, aku berharap sebuah keajaiban untuk
berbahagia diatas penderitaan orang lain.
Aku
menunggu bahkan mendo’akan dia putus dengan sang pacarnya.
Entah
ini bodoh, jahat atau semacamnya. Tapi tidak ada orang baik didunia ini
pikirku, begitupun aku.
Sudah
sembilan tahun aku mengawasinya dan sesekali berharap keajaiban datang.
Meskipun disela-sela itu aku sudah berapa kali jatuh cinta, bahkan menjalani
cinta yang panjang dengan Aries lainnya yang tanggal kelahirannya terpaut satu
hari dengannya.
Pernah
sesekali aku mendengar kabar kalau dia mengalami konflik. Dan sebentar senyum
ku merekah dihati ini, kemudian kucoba tentang kredibilitas berita ini dengan
mereka yang tahu tentang dia dengan sangat hati-hati agar perasaan ku dan
tujuanku tidak terbaca olehnya. Tapi mereka yang memberi kabar tentang
kebenaran berita itu seakan mematahkan semangatku dengan mengatakan kabar baik
antara mereka berdua.
Aku
masih berharap dengannya. Masih.
Tujuanku
yang awalnya ingin kutambatkan ke huruf AB perlahan ku ubah ke huruf BA, semua
itu agar bisa bertemu dengannya lagi. Aku masih memimpikan jika kami bersatu di
huruf B yang sama.
Aku
berharap pada dia yang tidak kenal aku. Bodoh memang menggantungkan harapan
pada dahan yang tinggi, sedangkan badan ini tak sampai. Memang sebodoh seorang
yang setiap pergi kuliah selalu menunggunya sambil sesekali memandang spion
motor agar bisa berjalan bersama atau sekedar mengawasinya dari belakang.
Sekarang
aku berhenti mengawasinya dari balik layar, aku akan berusaha untuk bisa sampai
ketempatnya. Tempat lain yang sebenarnya sudah lama kuincar sebelum cinta-cinta
pelipur lara ini datang silih berganti mencoba menggantikannya.
Teruntuk dia yang selalu aku tunggu kabarnya
Ini
aku yang selalu kagum padamu.


0 komentar:
Posting Komentar