Selasa, 28 Juli 2015

(Sang) Stalker


Oh, hari ini aku mendapatkan akun facebooknya, senang sekali rasanya. Sebab sudah empat tahu sejak pertama kali aku melihatnya, sudah empat tahun sejak aku bertemu dengannya, empat tahun sejak aku mulai mengaguminya, empat tahun sejak aku mulai jatuh hati padanya, dan dua tahun aku mencari-cari dirinya didunia maya, baru hari ini aku mendapatkannya.
Memang sudah mencari namanya difacebook, dia tidak memakai nama aslinya dinama akunnya tapi lebih memilih nama belakang ayahnya untuk mengganti nama belakangnya. Itu yang membuat aku kesulitan mendapatkan akunnya.
Kukirim permintaan pertemanan dengan tangan yang memegang mouse sambil bergetar hebat dan dengan hati yang berdetak yang berdetak kencang.
Aku tidak sanggup rasanya, melihat foto profilnya yang kuperbesar agar aku bisa melihat dengan wajah yang selalu kukagumi, yang selalu kulihat hanya sekilas karena takut dan malu jika ketahuan sedang mencuri-curi lihat wajahnya, yang wajahnya selalu kupandangi sejak dahulu hanya dari jauh.
Merah pipinya sambil memperlihatkan senyum yang merekah, dengan memakai baju berwarna coklat dan celana coklat yang selaras dengan kulitnya yang putih tapi terlihat coklat karena warna merah darah yang membuktikan bening tubuhnya. Aku serasa tidak bisa bertahan lebih lama. Jika tidak banyak orang disekitarku inginku teriak bahagia sebahagianya sore itu.
Malam ini aku akan tidur cukup larut malam tampaknya kalau dia menerima permintaan temanku, karena aku berniat menjelajahi kehidupan mayanya.
Kucoba untuk memulai pekerjaan (nakalku) dengan membuka beberapa buah foto diakunnya yang tidak dia beri privasi, hal itu seperti setitik ruang kosong yang berisi udara diantara genangan air yang mengisi hampir seluruh bagian sudut ruangan.
Oh, aku tidak mampu melanjutkan ini semua.
Tapi aku belum puas untuk mengakhirinya, ini seperti musim hujan disela-sela musim kemaram yang sangat panjang.
Kenapa dia belum menerima permintaan pertemanku ??
Apakah karena aku terlalu asing baginya, sebab –teman yang sama- pada kami hanya kurang dari sepuluh orang.
Sangat hati-hati dia tampaknya terhadap orang asih. Tak apa, aku suka orang yang tidak murahan menerima orang lain yang tidak diketahui dari mana asalnya yang tiba-tiba datang kepadanya. Cukup sebuah potret kepribadian yang sangat setia menurutku dan punya harga diri tinggi, tepat seperti yang aku harapkan dari dia yang telah mencuri separuh hatiku.
Aku tidak menyerah dan kehilangan akal. Karena aku akan terus maju padanya.
Ku batalkan permintaan pertemanannya padanya, bukan karena ku kecewa. Tapi karena aku punya suatu trik untuk mengakali agar aku bisa cepat berteman dengannya di facebook. Lalu ku tambahkan mereka –para orang orang yang menjadi temannya difacebook-, ada sekitar dua ratus akun yang kutambahkan. Tinggal menunggu reaksinya saja.
Setengah hari pertama lima puluh akun yang menjadi temannya menerima permintaan pertemanan denganku, kemudian setengah hari berikutnya sekitar delapan puluh akun lagi menerima permintaan pertemanan dariku. Setelah itu tidak ada lagi yang menerima permintaan pertemananku, dan kurasa itu semua sudah cukup. Aku akan mencoba peruntunganku yang kedua.
Untuk kedua kalinya aku mengirim permintaan pertemananku pada dia, tapi dengan keadaan yang cukup berbeda. Kali ini aku terlihat (paling tidak) tidak terlihat asing olehnya didunia maya, dengan (berkedok) berteman dengan seratus akun lebih yang juga berteman dengannya.
Kali ini seperti dugaanku, tidak seperti kemarin. Permintaan pertemananku diterimanya, sekarang resmi dia dan aku berteman walaupun sebenarnya dia tidak kenal aku.
Malam ini aku akan mulai niatku yang sempat tertunda  tadi, untuk menelusuri jejak-jejak yang dia tinggalkan didunia maya.

Tanganku tidak berhenti menarik layar akunnya.
Dari yang kudapat sampai saat ini adalah.
Dia ternyata kelahiran April, satu tahun setelah aku lahir. Tanggalnyapun manis sekali menurutku, seperti nomor punggung pemain sayap idolaku. Dia berodiak Aries, dan entah kenapa aku selalu bermasalah dan terpesona dengan mereka yang berodiak kambing gunung ini, zodiak ini selalu melemahkan hatiku. Ini Sungguh.
Sekarang hampir semua yang informasi yang aku butuhkan untuk cukup mengenalinya sudah kudapatkan. Pertama sewaktu aku bertemu dengannya aku tahu namanya, aku tidak bertanya dengan siapa-siapa tentang namanya tapi aku tahu sendiri dengan melihat –Name tag- nya yang tertempel dipakaian sekolahnya. Cukup susah bagiku saat itu untuk melihat dengan jelas namanya karena aku harus berhadapan dengan kecepatan motor yang melaju dengan kecepatan 40 km/jam, cukup ekstrim memang untuk mata melihat tulisan kecil dari jarak tiga meter dan kecepatan lari seperti itu.
Setelah itu aku, mendapatkan dimana dia bersekolah. Sebuah sekolah yang kutolak mentah-mentah ajakan bergabung disana dari temanku, dan sekarang aku menyesal jika teringat karena tidak memilih SMA itu.
Yang terakhir, yang ingin kulihat adalah statusnya.
Oh ternyata dia sudah punya tambatan hati.
Patah rasanya pucuk hati yang sebenarnya perlahan ingin tumbuh ini saat melihat dia sudah punya pacar. Tapi aku tetap optimis, aku berharap sebuah keajaiban untuk berbahagia diatas penderitaan orang lain.
Aku menunggu bahkan mendo’akan dia putus dengan sang pacarnya.
Entah ini bodoh, jahat atau semacamnya. Tapi tidak ada orang baik didunia ini pikirku, begitupun aku.
Sudah sembilan tahun aku mengawasinya dan sesekali berharap keajaiban datang. Meskipun disela-sela itu aku sudah berapa kali jatuh cinta, bahkan menjalani cinta yang panjang dengan Aries lainnya yang tanggal kelahirannya terpaut satu hari dengannya.
Pernah sesekali aku mendengar kabar kalau dia mengalami konflik. Dan sebentar senyum ku merekah dihati ini, kemudian kucoba tentang kredibilitas berita ini dengan mereka yang tahu tentang dia dengan sangat hati-hati agar perasaan ku dan tujuanku tidak terbaca olehnya. Tapi mereka yang memberi kabar tentang kebenaran berita itu seakan mematahkan semangatku dengan mengatakan kabar baik antara mereka berdua.
Aku masih berharap dengannya. Masih.
Tujuanku yang awalnya ingin kutambatkan ke huruf AB perlahan ku ubah ke huruf BA, semua itu agar bisa bertemu dengannya lagi. Aku masih memimpikan jika kami bersatu di huruf B yang sama.
Aku berharap pada dia yang tidak kenal aku. Bodoh memang menggantungkan harapan pada dahan yang tinggi, sedangkan badan ini tak sampai. Memang sebodoh seorang yang setiap pergi kuliah selalu menunggunya sambil sesekali memandang spion motor agar bisa berjalan bersama atau sekedar mengawasinya dari belakang.
Sekarang aku berhenti mengawasinya dari balik layar, aku akan berusaha untuk bisa sampai ketempatnya. Tempat lain yang sebenarnya sudah lama kuincar sebelum cinta-cinta pelipur lara ini datang silih berganti mencoba menggantikannya.
Teruntuk dia yang selalu aku tunggu kabarnya

Ini aku yang selalu kagum padamu.

0 komentar:

Posting Komentar