Aku sudah seperti seorang pecundang dihadapannya dan aku sudah seperti seorang pecundang dimatanya. Tidak di hargai, tidak dia anggap ada, dan terlihat seperti sampah. Dia caci aku, dia maki aku, dan dia rendahkan aku dengan kata-katanya yang menohok hati, menusuk jantung tanpa pernah sekalipun terlihat darahnya tapi terasa sakit sekali.
Tak
pernah terkira diayalku aku dihina seperti ini, seakan aku sudah tak punya
harga diri lagi.
Hanya
perihal aku belum bisa berdiri dikaki sendiri, hanya perihal aku masih berada
dibawah naungannya. Dia caci aku dengan kejam dengan kata-kata hina yang tak
pernah bisa aku terima sampai kapanpun dan akan tetap kuingat sampai dia mati
dan sampai pula aku mati. Aku tidak dendam, aku hanya ingat kata-kata yang
menghunjam dihati. Sungguh lidah tak bertulang.
Dan
sungguh kata-kata yang keluar dari mulut lebih tajam dan berbahaya dari pedang Zulfikar
milik Syaidina Ali, dan sungguh pula benar kata orang dulu yang berujar
‘mulutmu harimaumu’. Pedang yang tajam itu telah menikam hatiku ketika dia
terucap, harimau liar yang keluar dari mulutnya itu telah menerkam hatiku.
Aku
tidak dendam dengan yang dia ucapkan, tidak sama sekali.
Suatu
saat nanti ingatlah ini.
Suatu
saat nanti aku akan pergi jauh darinyadan akan kubuktikan padanya jika aku
bisa, pasti kubisa. Akan kubuktikan padanya bahwa aku tidak seperti yang dia
pikirkan, akan kubuktikan bahwa aku tidak sepecundang seperti yang dia kira
saat ini. Hanya saja untuk saat ini aku belum bisa melangkah pergi darinya.
Bukan
karena aku masih bergantung padanya, tapi aku masih punya hati untuk bertindak
seliar anak-anak lainnya. Aku bisa saja liar, aku bisa seperti kawanan srigala,
pun aku bisa pula seliar seperti raja hutan tapi aku masih punya hati untuk
seperti itu. Aku masih memikirkan dia, masih memikirkan hatinya, masih
memikirkan bagaimana keadaannya nanti jika aku pergi.
Aku
tahu dia rapuh. Dibalik kata-katanya yang tak beradab dan menyakitkan hati itu
dia punya kehidupan yang rapuh. Sedangkan aku kuat, sangat kuat bahkan untuk
terus-menerus makan hati disakiti. Aku menunggu batas kesabarnku barulah nanti
aku beranjak pergi, sebab jika batas kesabaranku belum penuh berarti aku masih
bisa menahannya. Sebab aku kuat.
Sudah
kurancang siasat jika nanti batas kesabaranku mencapai ujungnya nanti, rute
kepergianku yang kubuat agar jejakku tidak bisa dia temukan lagi dan dia ikuti.
Jika itu terjadi aku sudah siap untuk pergi, untuk menghilang dan membuktikan
padanya dan juga pada dunia serta isinya yang selama ini merendahkan aku kalau
aku adalah aku. Aku adalah sang singa yang sejati diantara para singa dan kedua
belas bintang yang lainnya.
Suatu
saat nanti, anak singa ini akan menjadi singa dewasa yang akan menguasai rimba
dan mengaum keras jika saatnya tiba.

0 komentar:
Posting Komentar