Senin, 29 Februari 2016

Dia Yang Menanti Harapan

                                         
Tatkala senja temaram telah turun, sepasang mata sayu yang telah lelah masih tetap menatap kearah sang mentari yang telah tenggelam diujung samudera. Tak berapa lama kemudian rembulan bersama para temannya, sang bintang, keluar dikegelapan langit malam. Layaknya para hewan nockturnal yang merasa ini waktu mereka bermain-main ketika sepanjang siang telah bosan tertidur ditempat tidur mereka masing-masing.
Dia itu,entah sudah berapa lama dia berdiri disana. Diperigian rumah menghadap barat, diarah ketika dia melihat kehilangan. Sebuah kehilangan yang dulu perlahan pergi dengan bayangan dan lambaian tangan seakan bahwa kehilangan itu akan kembali dengan cepat, seakan lambaian tangan itu bukan salam perpisahan tapi sebuah salam pertemuan.
Sudah lama sekali dia berdiri disana dalam menunggu, bagi kita yang melihat dia pada sudut pandang yang berbeda. Tapi bagaimana dengan dia ?? Tidak, dia merasa baru sehari atau dua hari saja dia berdiri disana dalam menunggu. Masih ada dalam kenangnya, tatkala bayang kepergian ketika itu meninggalkannya. Dia merasa baru beberapa saat itu terjadi.


Padahal nyatanya, sudah berapa kali purnama hal itu terlewat. Sudah berapa kali pula negara ini berulang tahun, dan langit-langit tanggal satu Januari diwarnai oleh cahaya kemilauan kembang api pesta tahun baru. Tetapi dia tetap menganggap waktu berjalan lamban baginya, seakan satu tahun didunia kita itu setara seperlima hari  didunia penantiannya. Atau setidaknya begitulah kira-kira.
Dia adalah seorang yang berada dalam sebuah penantian panjang, menanti harapan yang pernah pergi meninggalkannya. Berharap yang pergi itu datang kembali menjemputnya, layaknya sebuah janji untuk akan kembali suatu saat nanti.
Mata sayu itu tetap menatap keseberang lautan, menatap sebuah tempat nun jauh disana, tempat dimana harapannya berada.
Hari mulai malam, udara dingin menyadarkannya dalam penantian. Kala semua mata sudah terpejam dalam mimpi-mimpi, dia tersadar bahwa sudah lama dia berdiri disana. Di tersadar bahwa sudah banyak waktu yang dia lewatkan dalam sebuah penantian.
Banyak yang berubah disekelilingnya, banyak yang berubah dengan keadaan dirinya. Waktu banyak merubah keadaan, tapi tidak dengan hatinya. Hatinya tetap menanti sebuah harapan yang berada diujung lautan sana.
Biarlah semua berubah, tapi tidak dengan hatinya. Dan jika suatu hari nanti waktu akan merubah apa yang ada bahkan semua yang ada pada dirinya bahkan menghabisi semua yang dia punya, maka dia berharap dalam do’a agar tetap disisakannya hatinya saja. Cukuplah disisakan hatinya saja, agar dia tetap dapat mengingatn(N)ya.



0 komentar:

Posting Komentar