Tatkala senja temaram telah
turun, sepasang mata sayu yang telah lelah masih tetap menatap kearah sang
mentari yang telah tenggelam diujung samudera. Tak berapa lama kemudian
rembulan bersama para temannya, sang bintang, keluar dikegelapan langit malam.
Layaknya para hewan nockturnal yang merasa ini
waktu mereka bermain-main ketika sepanjang siang telah bosan tertidur
ditempat tidur mereka masing-masing.
Dia itu,entah sudah berapa
lama dia berdiri disana. Diperigian rumah menghadap barat, diarah ketika dia
melihat kehilangan. Sebuah kehilangan yang dulu perlahan pergi dengan bayangan
dan lambaian tangan seakan bahwa kehilangan itu akan kembali dengan cepat,
seakan lambaian tangan itu bukan salam perpisahan tapi sebuah salam pertemuan.
Sudah lama sekali dia
berdiri disana dalam menunggu, bagi kita yang melihat dia pada sudut pandang
yang berbeda. Tapi bagaimana dengan dia ?? Tidak, dia merasa baru sehari atau
dua hari saja dia berdiri disana dalam menunggu. Masih ada dalam kenangnya, tatkala
bayang kepergian ketika itu meninggalkannya. Dia merasa baru beberapa saat itu
terjadi.
Padahal nyatanya, sudah
berapa kali purnama hal itu terlewat. Sudah berapa kali pula negara ini
berulang tahun, dan langit-langit tanggal satu Januari diwarnai oleh cahaya
kemilauan kembang api pesta tahun baru. Tetapi dia tetap menganggap waktu
berjalan lamban baginya, seakan satu tahun didunia kita itu setara seperlima
hari didunia penantiannya. Atau
setidaknya begitulah kira-kira.
Dia adalah seorang yang berada
dalam sebuah penantian panjang, menanti harapan yang pernah pergi
meninggalkannya. Berharap yang pergi itu datang kembali menjemputnya, layaknya
sebuah janji untuk akan kembali suatu saat nanti.
Mata sayu itu tetap menatap
keseberang lautan, menatap sebuah tempat nun jauh disana, tempat dimana
harapannya berada.
Hari mulai malam, udara
dingin menyadarkannya dalam penantian. Kala semua mata sudah terpejam dalam
mimpi-mimpi, dia tersadar bahwa sudah lama dia berdiri disana. Di tersadar
bahwa sudah banyak waktu yang dia lewatkan dalam sebuah penantian.
Banyak yang berubah
disekelilingnya, banyak yang berubah dengan keadaan dirinya. Waktu banyak
merubah keadaan, tapi tidak dengan hatinya. Hatinya tetap menanti sebuah
harapan yang berada diujung lautan sana.
Biarlah semua berubah, tapi
tidak dengan hatinya. Dan jika suatu hari nanti waktu akan merubah apa yang ada
bahkan semua yang ada pada dirinya bahkan menghabisi semua yang dia punya, maka
dia berharap dalam do’a agar tetap disisakannya hatinya saja. Cukuplah
disisakan hatinya saja, agar dia tetap dapat mengingatn(N)ya.


